Archive for January, 2014

My “Me Time”

Cover Final“Wednesday, May 1”. Itu yang tertulis di HP saya. Menyadarkan betapa waktu begitu cepat berlalu.

Tahun 2013 serasa baru dibuka dengan banjir besar yang melanda kota saya, yang notabene adalah ibukota sebuah negara kepulauan yang sangat kaya. Dimana ketika bencana alam itu berlangsung, saya merasa dunia sudah tidak lagi bisa kembali normal. Bagaimana tidak, air kotor yang berbau busuk itu seperti betah menggenangi jalanan komplek rumah saya, seolah tidak mau surut. Sementara persediaan air bersih di rumah sudah menipis. Dan tampungan air di lantai bawah, terlihat sudah terkontaminasi dengan air kotor karena ketinggian wadah air tergenang juga dengan banjir. Ditambah listrik mati, sehingga air bersihnya tidak bisa disimpan di wadah atas untuk dialirkan ke bak-bak mandi.

Habis sudah rasanya pengharapan saya untuk bisa melihat matahari bersinar. Langit terus-menerus mendung. Cucian pakaian berbau lembab, karena tidak sempurna keringnya. Makanan juga sudah sangat menipis, sampai akhirnya seorang kerabat harus menerobos banjir untuk membeli makanan-makanan kalengan yang sangat tidak sehat itu. Adik saya juga harus mengungsikan anak-anaknya ke tempat lain. Belum lagi kalau sudah malam, gelap nyaris gulita. Semua persediaan lilin dikeluarkan. Nyaris habis. Mau membeli di hypermarket seberang rumah, ternyata tidak ada stok. Pasrah.

Rasanya masih baru kemarin peristiwa itu terjadi…. Tapi sekarang sudah hampir pertengahan tahun. Hmm…. Bumi semakin tua. Umur manusia (termasuk saya), juga makin bertambah. Pertambahan umur sama dengan kemunduran. Teknologi memang semakin berkembang, tapi dampak buruknya membawa banyak kemunduran moral. Itu salah satu contoh kemunduran. Fisik juga mengalami kemunduran fungsi. Itu pasti. Tidak ada teknik “peremajaan kulit” yang seindah iklannya. Tetap saja keriput, sekalipun memakai day cream, night cream, anti aging, anti wrinkle, dlsb. Orang pun beralih ke suntikan botox. Kulit memang jadi terlihat tanpa kerutan, tapi sekaligus terlihat aneh. Sedikit aneh dengan sedikit botox. Tapi makin terlihat aneh ketika botox terus menerus dilakukan. Ekspresi manusia itu seperti patung lilin kalau diperhatikan. Ups! (sori buat yang menggunakan metode ini).

No way manusia bisa melawan kedaulatan Tuhan. Untuk kembali ke satu detik yang lalu saja tidak bisa. Karena hanya Tuhan yang punya kuasa dan kendali. Segala sesuatu bisa terjadi. Hari ini “happy”, besok belum tentu. Hari ini sedih, besok pun belum tentu. Tidak ada jaminan bahwa semua akan baik-baik saja, dan tidak ada jaminan bahwa semua akan jadi buruk.

Yang penting adalah: bagaimana mengatur waktu kita bersama dengan Tuhan. Miliki “me time”, seperti Tuhan Yesus yang selalu punya waktu pribadi untuk menyendiri bersama BapaNya. Kita juga harus punya waktu menyendiri. Sendiri. Tanpa gangguan bunyi bbm, telepon, tv, radio, dll. Yang bisa kita manfaatkan untuk menyegarkan roh, jiwa dan tubuh kita untuk menghadapi waktu ke depan, kalau masih diberi kesempatan oleh Tuhan…. (Waktu itu bisa saja ketika sedang mengemudi di tengah kemacetan, ketika sedang berada di kamar tidur, ketika sedang menunggu seseorang, ketika…ketika…ketika… anytime!)

(www.godmeandmydiary.wordpress.com)

Send email to buletininside@gmail.com-quote your full name and address and mobile phone number, and we will deliver the book to you for FREE (Jabodetabek only. For outside Jabodetabek: ongkir only)!

Sindrom Kelelahan

JuliantoLelah adalah kondisi dimana energi kita terkuras habis, tenaga kita jauh berkurang dan saat dimana kita paling membutuhkan istirahat. Kelelahan tidak hanya bersifat fisik, tapi bisa juga secara psikis. Dimana emosi dan pikiran kita tersedot habis untuk memikirkan masalah keluarga, penyakit, ekonomi rumah tangga dan sebagainya.

Jika kelelahan terlalu sering dan dibiarkan dalam jangka waktu lama dapat merusak kesehatan baik fisik maupun psikis. Tubuh manusia normalnya bekerja antara 8-10 jam. Itupun perlu istirahat sewaktu-waktu. Jika dipaksakan membahayakan kesehatan.
Salah satu sumber kelelahan psikis adalah jika kita mengerjakan pekerjaan yang tidak kita sukai. Apalagi setiap hari, bekerja tanpa motivasi dan kecerdasan emosi memadai. Sindrom kelelahan bukan hal biasa, jadi jangan dianggap remeh. Tubuh manusia sudah dirancang untuk bekerja dan juga beristirahat. Karena itu penting menjaga keseimbangan.

Allah sendiri saat mencipta dunia dan isinya termasuk manusia, mengambil waktu istirahat yang dikenal dengan sabat. Enam hari lamanya Ia bekerja dan beristirahat pada hari ketujuh. Pada saat beristirahat Allah menikmati dan mengevaluasi karyaNya. Dalam hukum taurat, Allah memberikan hukum Sabat, dimana umatNya wajib beristirahat setiap hari ketujuh. Tentu ada maksud Tuhan yang baik memberikan hukum sabat bagi umatNya.

Namun masa kini sebagian orang mengabaikan pentingnya istirahat, baik sengaja maupun tidak. Baik demi tuntutan ekonomi, tuntutan perusahaan, hingga ada yang mengidap gangguan “candu kerja” (workaholic). Akibatnya mereka yang sibuk bekerja tanpa istirahat cukup bisa mengidap sindrom kelelahan. Overload dengan pekerjaan. Yang biasa ditandai dengan cepat marah, susah tidur hingga gangguan psikosomatis lainnya.

Mereka yang terlalu lelah sulit menikmati makan dengan enak, enggan berelasi dan berekreasi dengan keluarga. Bahkan merusak hubungan romantis dengan pasangan. Tiba di rumah, mereka hanya ingin beristirahat dan menyendiri dengan kesenangannya. Tidak mau diganggu pasangan atau anaknya. Tentu ini membuat seisi rumah merasa tidak nyaman. Anak-anak kehilangan waktu bermain dengan ayah atau ibunya. Istri merasa diabaikan suaminya, atau sebaliknya. Jika anak atau pasangan minta waktu, maka reaksi utama mereka yang kena sindrom kelelahan adalah marah. Sensitif dan mudah tersinggung. Kelelahan juga bisa menimbulkan penyakit fisik. Tubuh yang kurang istirahat tidak sempat mengalami penyegaran.

Belum lagi ditambah masalah mereka yang di kota besar seperti Jakarta yakni kemacetan. Jarak tempuh yang jauh dari rumah ke tempat bekerja. Jika bekerja sehari delapan jam, ditambah 3-4 jam di perjalanan, maka individu menghabiskan setidaknya sebelas hingga dua belas jam sehari. Belum lagi jika yang bersangkutan lembur karena tuntutan perusahaan. Jika kondisi ini berlangsung berbulan-bulan dan bertahun-tahun akan membahayakan.

Belum lagi mereka yang menyibukkan diri dalam kegiatan sosial dan ibadah. Menjadi majelis gereja misalnya. Kadang dua hingga tiga kali ke gereja, terutama malam hari. Ini dapat memperparah sindrom kelelahan tadi. Apalagi jika mereka pecinta sosial media. Masih harus chatting, membalas bbm/email, membaca berita online, dlsb. Kelelahan makin bertambah.

Untuk mengatasi hal ini baik melakukan hal-hal sbb:

  1. Ambil sedikit waktu saat istirahat makan siang. Sekedar memejamkan mata 15-20 menit. Ini akan sangat membantu.
  2. Sediakan waktu khusus dengan keluarga. Membangun keintiman dengan anak dan pasangan. Sebab keakraban keluarga yang hangat meminimalkan stres.
  3. Rancang waktu libur bersama keluarga. Baik di akhir pekan, maupun saat anak libur panjang. Menyegarkan kembali fisik dan emosi anda.
  4. Batasi waktu lembur. Kerjakan semua pekerjaan di kantor dan kalau bisa usahakan jangan bawa ke rumah.
  5. Berangkatlah lebih awal jika itu bisa menghemat waktu anda di jalan.
  6. Setiba di rumah ambil sedikit waktu istirahat, baik tiduran maupun menonton dalam suasana santai.
  7. Batasi kegiatan sosial atau pelayanan, jangan terlalu banyak dan menyita kebersamaan keluarga.
  8. Sediakan waktu untuk olahraga ringan seperti jogging, berenang dsb.
  9. Batasi waktu untuk chatting atau interaksi di dunia maya. Hindari komunikasi bbm, email atau sms yang tidak perlu.
  10. Perbanyak waktu berdoa dan meditasi pribadi. Minta hikmat Tuhan dalam menggunakan waktu dan tubuh pemberianNya.

Semoga berguna.

Tulisan ini telah meminta ijin dari penulisnya, Bpk Julianto Simanjuntak. Beliau adalah Pendiri Pelikan, Penulis, dan Pengajar Konseling di STT Jaffray. Twitter: @PeduliKeluarga. Web: http://www.juliantosimanjuntak.com Ebook: Bagi pengguna Ipad dan Iphone bisa mengunduh Buku Julianto dan Roswitha via http://www.juliantobooks.mahoni.com

TIDAK MENYERAH LAWAN DAGING

logo copyHidup adalah perjuangan apalagi sebagai orang Kristen. Bukan perjuangan melawan iblis dan teman-temannya, tapi perjuangan melawan diri sendiri, atau dalam bahasa Alkitabnya, melawan daging. Melawan daging jauh lebih sulit daripada melawan iblis. Kenapa? Karena iblis bisa kita tengking dalam nama Yesus, tapi kita tidak bisa menengking daging kita sendiri ‘kan?

Yang saya maksud dengan daging adalah kecenderungan diri kita yang sudah jatuh dalam dosa untuk terus berbuat dosa dan keinginan untuk tidak melakukan kehendak Allah. Kita pasti pernah merasakan bagaimana malasnya bangun pagi untuk bersaat teduh. Pikiran kita tahu kita harus bangun, tapi tubuh terasa lemah. Itu daging. Atau para pria pasti pernah mengalami besarnya godaan untuk tidak terjebak dalam pornografi. Mereka ingat kisah Yusuf, dan pengajaran bahwa mereka harus kabur tapi kaki dan tangan mereka sepertinya sukar digerakkan. Itu daging. Atau kita pasti pernah merasakan bagaimana kekhawatiran begitu menekan. Kita tahu kita harus menyerahkan kekhawatiran kita kepada Tuhan, tapi rasanya sulit sekali. Itu daging. Dan seringkali dalam perjuangan melawan daging, kita yang kalah, sampai-sampai rasanya ingin menyerah saja. Betul?

Tapi kita tidak boleh menyerah dalam perjuangan kita melawan daging. Menyerah kepada daging sama saja kita berhenti menjadi orang Kristen. Apa bedanya kita dengan orang bukan Kristen kalau kita menyerah terhadap kedagingan kita? Lalu bagaimana caranya kita bisa menang melawan kedagingan kita? Caranya dengan hidup dalam Kristus.

Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5b).

Ayat ini sangat terkenal sekali. Tapi sudahkah kita menghidupinya? Ayat ini adalah pola bagaimana kita bisa menang atas kedagingan kita. Di luar Kristus kita tidak bisa berbuat apa-apa, dan itu termasuk menang atas kedagingan kita. That’s why biarpun kita berusaha dengan berbagai cara untuk melawan kedagingan: menguatkan niat, memotivasi diri sendiri, berkata kepada diri sendiri, dll, kita selalu kalah. Kenapa? Karena kita menggunakan kekuatan sendiri dan bukan kekuatan Allah. Atau dalam bahasa Alkitabnya, kita berada di luar Kristus.

Jadi bagaimana caranya kita bisa ada dalam Kristus dan menang atas kedagingan kita? Tidak ada cara yang pasti, dan Alkitab pun tidak memberi tahu kita caranya, tapi ada satu cara yang saya pelajari dari seorang hamba Tuhan dari negeri China zaman dulu – Watchman Nee – dan terbukti berhasil. Caranya adalah dengan mengakui kelemahan kita.

Mengakui kelemahan adalah hal tersulit yang pernah kita lakukan, karena dari kecil kita diajar untuk menjadi kuat. Setelah dewasa kita dikelilingi oleh pesan-pesan motivasi yang mengatakan kita harus kuat. So menjadi lemah bukanlah pilihan kita. Tapi kalau kita mau hidup dalam Kristus, kita harus mengakui kelemahan kita di hadapan Tuhan bahwa di luar Dia kita tidak bisa apa-apa. Dan kita harus melakukannya dari hati. Trust me, melakukannya tidak semudah mengatakannya. Kadang diperlukan proses yang panjang supaya kita bisa mengakui kelemahan kita di hadapan Tuhan. 

Sebagai pria, sama seperti pria-pria lain, saya mengalami godaan untuk jatuh dalam dosa pornografi. Itu godaan yang sangat sulit dilawan. Pikiran saya menyuruh saya kabur, tapi kaki saya tidak mau bergerak. Dan biasanya saya berakhir jatuh dalam dosa pornografi. Saya sudah banyak baca buku tentang menang atas dosa ini dan mencoba saran yang disebutkan di sana, tapi tetap saja gagal.

Sampai akhirnya dengan putus asa saya berkata kepada Tuhan, “Tuhan, saya tidak sanggup melawan godaan pornografi ini. Saya sudah mencoba berbagai cara dan selalu gagal, tapi aku tahu Engkau sanggup melawannya, karena itu hiduplah dalamku dan biarlah Engkau yang melawan godaan ini.” Dan setelah itu, saya pun bisa menang melawan dosa pornografi itu. Dan sejak saat itu tiap kali saya berhadapan dengan dosa pornografi, saya selalu menaikkan doa itu dan mengalami kemenangan.

Saya tidak memaksudkan hal ini sebagai sebuah metode atau cara ajaib, tapi yang ingin saya bagikan adalah, untuk bisa menang melawan kedagingan, kita tidak bisa mengandalkan kekuatan kita, tapi kita harus mengandalkan kekuatan-Nya. Dan langkah awalnya adalah dengan mengakui kelemahan kita dan bergantung pada-Nya. Hanya dengan kekuatan-Nya kita bisa menang atas kedagingan kita. (Denny Pranolo-INSIDE)

NEVER GIVE UP

logo copyAda syair dari sebuah lagu rohani berbunyi begini: “Ku tak akan menyerah pada apapun juga, sebelum ku coba semua yang ku bisa. Tetapi kuberserah kepada kehendak-Mu. Hatiku percaya Tuhan punya rencana”.

Hmm… Bisakah/maukah kita mengambil sikap seperti syair lagu di atas saat sedang mengalami masa-masa sulit? Saat hidup terasa hampa, tidak berguna, dan kondisi serupa lain?

Bagaimana dengan Tuhan? Oh! Tentu saja Dia mau kita tidak gampang menyerah. Mengapa? Karena DIA punya jutaan hal-hal baik yang sudah DIA siapkan untuk kita. Ini janji-Nya dalam Yeremia 29:11; “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”

Walaupun itu bukan berarti bahwa hidup kita akan selalu mulus dan lancar seperti melewati jalan bebas hambatan. Tuhan sangat mengerti ketika kita berada dalam masalah. Buktinya bisa kita baca dalam Yakobus 1:2-3: “Saudara-saudarku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan”.

Bukan berarti Tuhan jahat. Tetapi karena setiap masalah itu justru membuat kita hidup dalam ketekunan. Iman kita terus diuji lewat masalah. Dan ujian-ujian itu menghasilkan ketekunan. Bukankah hidup ini baru bisa kita jalani ketika kita TEKUN? Ketika kita menjadi seperti yang Tuhan mau, yaitu menjadi pribadi yang berkarakter gigih, tekun, pantang menyerah, bukan anak gampangan, tetapi orang pilihan yang beriman kepadaNya? Yes!
Karena percayalah bahwa dalam setiap pencobaan, Tuhan sudah memberikan jalan keluarnya.

“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.(I Kor 10:13)

HARAPAN
Apa yang diberikan Tuhan sehingga kita tidak gampang menyerah? PENGHARAPAN!.
Ya, ketika kita punya pengharapan, mimpi, tujuan, visi, yang Tuhan taruh dalam hati ketika kita belajar mengenal Dia, maka kita akan selalu punya semangat untuk terus maju menjalani hidup mencapai kualitas hidup yang terbaik!

Teladan
Dalam menjalankan hidup ini ada banyak “alasan” yang bisa membuat kita gampang menyerah. Tetapi mari kita belajar dari kisah hidup orang-orang yang “Never Give Up”/Tidak Pernah Menyerah dalam kondisi sulit:

1. Penundaan waktu
Sebuah produser film kartun berhasil memukau banyak orang dengan memfilmkan kisah yang diambil dari Alkitab berjudul “Prince of Egypt”. Yusuf tokohnya. Yuk INSIDE ringkaskan cerita Yusuf dari Kejadian 39-46.
Dia ini waktu masih kecil sering bermimpi yang aneh. Namanya anak kecil, pasti suka bercerita, tidak peduli seberapa aneh mimpinya. Akibat celotehannya soal mimpi-mimpinya, dia dibenci kakak-kakaknya. Mengapa? Karena dia menyampaikan bahwa dalam mimpi itu, semua kakak, bahkan orangtuanya sujud menyembah dia. Tentu saja mereka marah.

Kemarahan ini memang jadi masalah besar buat Yusuf. Karena kakak-kakaknya mulai berencana membunuh dia. Tapi, rencana TUHAN-lah yang tetap berjalan. Bahkan perjalanan hidup Yusuf yang dibenci kakaknya ini juga ternyata adalah bagian dari skenarionya Tuhan.

Yusuf akhirnya dijual menjadi budak di negara lain oleh kakaknya. Tidak cuma itu, Yusuf juga sempat dipenjara selama beberapa tahun. Seolah mimpinya hancur. Tidak jadi kenyataan. Mimpi tinggal mimpi. Dari seorang anak kesayangan ortu yang serba “disediakan”, Yusuf terpuruk sampai ke dalam penjara.

Tapi apakah Yusuf putus asa? Tentu tidak. Sebab kasih karunia Tuhan selalu menyertainya dalam kondisi apapun dan dimanapun. Sebagai budak, Yusuf mendapatkan kepercayaan atasannya. Dan kalau mungkin banyak orang “aji mumpung” dengan jabatan yang tinggi, Yusuf tidak begitu. Bahkan untuk mempertahankan kepercayaan sang majikan, akhirnya Yusuf justru dipenjara. Ia difitnah oleh istri majikannya atas kasus pemerkosaan.

Tapi lagi-lagi kasih karunia Tuhan beserta. Di dalam penjara, Yusuf mendapat kasih sayang dari kepala penjara untuk mengurusi semua tahanan lain. Sampai akhirnya titik terang mulai terlihat. Yusuf berhasil dengan tepat menerjemahkan arti dari mimpi tahanan lain yaitu Juru Minuman dan Juru Roti Raja Mesir. Untuk ini, Yusuf berpesan supaya salah satu dari mereka, yang memang benar dibebaskan sesuai arti dari mimpi yang diterjemahkan Yusuf, membela kasus Yusuf di depan Raja Firaun.

Tapi sayang, masalah masih belum selesai. Yusuf dilupakan begitu saja. Tapi… Tuhan tidak lupa. Semua hanyalah bagian dari proses agar Yusuf hidup dalam ketekunan, sampai akhirnya Yusuf menjadi pemimpin kedua setelah Raja Firaun di Mesir. Mimpinya jadi kenyataan setelah lebih dari 10 tahun!

Adakah diantara kita mengalami seperti Yusuf? Penundaan promosi jabatan, penundaan kesembuhan dari sakit menahun, penundaan mendapatkan momongan, penundaan dipertemukan dengan pasangan hidup, penundaan pertobatan orang tua/saudara dan penundaan lainnya? Ingat: jangan menyerah, sebab Tuhan mengerti dan selalu beserta dimanapun dan dalam kondisi apapun kita berada!

2. Keterbatasan
Dulu mungkin tidak ada yang mengenal, siapa itu Nick Vujicic. Seorang pria cacat yang lahir tanpa lengan dan kaki. Tapi sekarang? Orang yang sama menjadi Motivator terkenal dengan bayaran sangat mahal! Apakah dia mengalami mujizat sehingga punya tangan dan kaki? Tidak. Kondisi badannya tetap sama. Tanpa lengan dan kaki.

Kalau ditarik mundur, hidupnya yang sekarang adalah sebuah hidup setelah melewati begitu banyak rintangan, cobaan, ujian, masalah, dan semua yang sangat sulit. Ia pernah diejek teman sekolah, sampai mencoba bunuh diri di usia 8 tahun. Lalu dia juga pernah mencoba mengakhiri hidupnya dengan menenggelamkan diri di bathtub pada umur 10 tahun. Tetapi karena kasih sayang orangtuanya dan perjumpaan pribadi dengan Tuhan Yesus, Nick menyadari bahwa: hidupnya berarti. Tuhan pasti punya rencana mengapa dirinya terlahir seperti itu, begitu cara pandangnya ketika Tuhan menjamah dan merubahnya menjadi pribadi yang baru.

Tidak hanya Nick, banyak manusia lain dengan keterbatasan fisik tapi berhasil melewati masa-masa sulit dalam hidup, bahkan berhasil memberikan yang terbaik dari keterbatasan mereka. Antara lain: Ludwig van Beethoven: komponis musik klasik yang tuna rungu, Louisa Bernadette Indrawati: motivator wanita, dengan tinggi badan hanya 74 cm.

Bagaimana dengan kita yang dianugrahi Tuhan anggota tubuh lengkap dan sehat? Seharusnya kita juga pantang menyerah, bahkan punya semangat lebih dari mereka!

3. Tekanan/Hambatan
Mungkin di dunia ini, tidak ada yang jauh lebih menderita (selain Tuhan Yesus yang di peringkat pertama) dibanding Ayub. Sudah jatuh, tertimpa tangga, digigit ular, dikejar singa. Mungkin begitu. Dalam Ayub 1-42 dikisahkan jalan hidup Ayub dari seorang yang kaya raya, saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan, sampai menjadi orang yang sangat malang hanya dalam waktu SATU HARI! Harta benda, anak-anak, semua lenyap! Sahabat-sahabatnya mengejek/mengolok-olok dia. Sampai akhirnya Ayub mengenal Tuhan justru dalam kondisinya yang paling buruk dan Tuhan pun memulihkan keadaannya. Ia mendapatkan anak-anak lain dari istrinya dan menerima kekayaan dua kali lipat dari yang terdahulu.

Adakah keadaan kita seperti Ayub? Kehilangan orang yang kita kasihi? Mengalami kebangkrutan dalam bisnis? Memiliki tagihan yang macet? Ditinggalkan sabahat? Ditipu rekan bisnis? Ingat ini: Kalau Tuhan bisa memulihkan keadaan Ayub, Tuhan juga sanggup memulihkan keadaan kita. Jadi, jangan menyerah!

4. Kegagalan
Thomas Alfa Edison baru berhasil menciptakan bola lampu listrik (yang berhasil menyala dalam waktu lama) setelah melewati kegagalan sebanyak 1.149 kali. Colonel Sanders dengan resep ayam gorengnya ditolak lebih dari 1000 perusahaan berbeda sebelum akhirnya mendunia.

Adakah kegagalan demi kegagalan yang kita alami? Kegagalan dalam rumah tangga, kegagalan dalam membangun hubungan? Gagal dalam sekolah atau dalam bekerja? Gagal dalam menguasai bidang/pelajaran tertentu? Ingat ini: Tuhan menyertai kita, bahkan ketika kita gagal. Jadi, jangan menyerah!

5. Ejekan/Cemooh
Produsen film kartun pertama di dunia sekaligus pelopor taman bermain raksasa adalah Walt Disney. Tapi sebelum diakui orang lain, ia banyak mendapat ejekan dan hinaan. Mereka menganggap mimpinya tidak masuk akal dan tidak mungkin bisa terwujud karena membutuhkan dana yang sangat besar. Tapi semua tidak terbukti. Sampai sekarang Disney World tetap ada dan bahkan dibangun di berbagai negara di dunia.

Adakah keadaan kita seperti Walt Disney, diejek dan dihina teman-teman? Diremehkan keluarga? Menerima ejekan “tukang mimpi loe!”, “dasar anak pembawa sial!”, dll? Jika Tuhan memampukan Walt Disney melewati setiap ejekan, Tuhan pun sanggup membuat kita menjadi pribadi yang “tahan banting”.

Never Give Up on your dreams! Never Give Up on your hope! Never Give Up on your prayers! Semua akan menjadi kenyataan, sebab kita punya Tuhan yang besar dan kuat! God is the Great God! So Never Give Up! (Lovinalina-INSIDE)

Saya cinta Indonesia, tapi ….

AGUSTUS 2013Dulu waktu SD, SMP, SMA, di sekolah semua murid diwajibkan untuk mengikuti upacara bendera. Termasuk saya Tentu saja hal itu sangat membosankan. Urutan acaranya saja sampai hafal di luar kepala. Bahkan waktu tiba pada sesi menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, saya ogah-ogahan buka mulut. Satu kali karena teriknya matahari, saya sempat nyaris pingsan di lapangan. Keringat dingin sudah bercucuran. Wajah saya memucat. Penglihatan mulai gelap. Puji Tuhan, tidak sampai ambruk. Saya masih bisa bertahan sampai upacara selesai. Senang sekali rasanya kalau sudah berakhir “penderitaan di lapangan”…

Setelah lulus SMA, masa-masa kuliah adalah masa yang paling menyenangkan. Serba bebas! Baju bebas. Sepatu bebas. Tidak perlu pakai kaos kaki putih. Tidak perlu melakukan olahraga di lapangan (hal yang tidak saya sukai waktu itu). Dan ini: tidak perlu mengikuti UPACARA BENDERA! Yesss!!

Waktu pun berlalu. Kuliah selama 4 tahun selesai sudah. Saya mulai bekerja, di kantor A, B, C, D, dan… sebuah kantor yang adalah Universitas. Bukan kebetulan kalau 2 hari setelah saya berkantor di situ, ada… upacara bendera! Waduuhh!! Lokasi kantor yang jauh dari rumah, ditambah acara yang diadakan pada tanggal merah alias libur, membuat saya uring-uringan. “Masa sih wajib?” tanya saya ke seorang teman. “Iya! Diabsen loh! Harus dateng!” kata teman saya. Sementara teman lain yang rumahnya sangat jauh dari kantor berkata, “Saya besok ijin ah! Ada acara keluarga juga. Saya ga bisa.”

Dalam hati saya galau. Sebagai staf baru, tentu saja tidak mungkin saya ijin, betapapun sangat ingin berlibur. Belum pernah saya berada di “dunia bebas” (dunia kuliah dan kerja), tapi ternyata masih harus bertemu dengan yang judulnya “wajib!”. Haduuhh… Tapi akhirnya saya memaksakan diri untuk datang dan melangkah menuju area yang sudah ditetapkan untuk divisi dimana saya bekerja.

Ternyata upacara diadakan di ruang tertutup. Lumayan. Tidak perlu kuatir terkena panas terik matahari. Sambil menunggu semua berkumpul dan panitia siap, saya berdiri mengambil posisi. Tidak lama terdengar teriakan untuk mulai mengatur barisan. Wah! Benar-benar seperti masa sekolah dulu…memori saya mulai “menari-nari” ke masa lalu. Ada rasa senang, ada rasa aneh, dll. Sampai ketika pemimpin upacara mengajak semua yang hadir menyanyikan lagu kebangsaan. “Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku… Di sanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku… Indonesia kebangsaanku, bangsa dan tanah airku. Marilah kita berseru, Indonesia bersatu… dst.” Air mata saya spontan menggenang. Waduh! Buru-buru saya tahan. Dengan menundukkan kepala sesekali sambil menggerakkan telapak tangan untuk mengusap-usap mata, saya merasa malu kalau sampai dilihat kiri-kanan. Pasti mereka akan heran. Bagaimana tidak, saya sendiri heran! Rasa haru-biru mulai menyelimuti dengan kuat ketika nada-nada lagu Indonesia Raya saya nyanyikan dari awal… bahkan sampai akhir.

Hmm… cinta tanah air! Ini tema yang diajukan seorang tim INSIDE menyambut bulan Agustus. Dia juga meminta setiap tim berbagi pengalaman masing-masing tentang “Cinta Indonesia”. Awalnya saya menolak. Mengapa? Karena saya punya kenangan buruk tentang negeri ini… Nanti saya ceritakan lebih lanjut, setelah satu ini..

Satu ketika, beberapa bulan lalu, saya diajak sahabat menghadiri seminar. “Create Your Success” temanya. Salah seorang pembicara mengajak peserta menyanyikan sebuah lagu, yang ketika judulnya disebut, hati saya bergetar… Indonesia Raya! Lagi-lagi saya harus menahan air mata. Tapi karena suasana cukup mendukung (seminar diadakan di sebuah gereja), maka saya tidak segan mengusap air mata, walaupun tetap saja merasa malu. Tapi setelah beberapa kalimat, memori saya terlempar ke beberapa kejadian buruk…

Pada jaman saya lahir, kedua orangtua masih berstatus WNA. Padahal mereka sudah lama tinggal di Indonesia. Mereka juga lahir di sini. Bukan karena mereka tidak mengurus dokumen, karena ayah saya sangat peduli dengan identitas diri dan keluarganya. Tetapi karena memang seperti diperlambat, entah karena alasan apa. Lalu demi memiliki Akte Lahir tanpa harus repot membuat surat “Ganti Nama”, maka ayah saya mengatasnamakan saya sebagai anak kerabatnya yang sudah lebih dulu menerima surat resmi status WNI. Tentu saja awalnya hal ini sangat menggembirakan. Ide yang brilian bukan? Karena dengan begitu, saya tidak perlu susah payah mengurus “ganti nama”, dan dokumen lain yang intinya mengakui identitas diri saya sebagai warga negara Indonesia. Tapi salah. Ternyata, di kemudian hari, hal ini tentu saja merepotkan. Salah satu yang paling saya sesalkan adalah pengurusan paspor.

Sebagai warga negara yang baik, sebisa mungkin saya tidak mau menggunakan jasa “calo” untuk mengurus dokumen kenegaraan, salah satunya paspor. Untuk apa harus membayar orang lain, jika prosedurnya bisa saya jalani sendiri? Tapi ternyata salah (lagi). Saya “disuruh” naik ke lantai 3, turun ke lantai 1, naik lagi ke lantai 2, lalu kembali ke lantai 1. Tidak hanya itu. Pada waktu di lantai 1, saya dibiarkan saja menunggu tanpa informasi apapun. Orang di kiri-kanan saya sudah dipanggil menghadap. Sampai akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya ke seorang petugas di loket yang saya tunggui. Dan barulah si petugas memberitahu bahwa ada kesalahan penulisan pada formulir yang saya serahkan. Sangat mengesalkan! Petugas yang baik tentu tidak seperti itu.

Setelah beres di situ, saya antri lagi di loket yang lain. Foto. Beres. Lalu sesi wawancara. Seorang pria duduk di sebelah kanan saya. Dari sosoknya dia memang tidak satu ras dengan saya. Dia datang lebih telat, tapi pulang lebih cepat. Saya kesal melihat itu. Memangnya apa yang membedakan saya dengan dia?

Tidak berapa lama nama saya dipanggil untuk diwawancara. Tanpa saya sangka, petugas di dalam bersikap sangat tidak pada tempatnya. “Mau pergi ke Singapura sama saya nggak?” tanyanya. “Enggak Pak,” kata saya. “Kenapa?” katanya. Awalnya dia mempermasalahkan dokumen WNI “ayah” saya yang hanya fotocopy. Padahal jelas ada cap dari Pengadilan Negeri sebagai legalisasi atas copy tersebut. Tapi tetap saja dipersulit. Sampai pada pertanyaan “melecehkan” seperti tadi. Akhirnya saya tidak tahan lagi dan berkata bahwa saya akan memanggil ayah yang menunggu di luar. Mendengar itu, spontan dia ketakutan. Dari gayanya yang “genit” berubah jadi “panik”.
“Oh! Enggak usah, nggak usah!” katanya. Tapi saya berdiri saja, dan memanggil ayah saya masuk. Dalam hati saya berkata, “Rasain luh!”

Setelah beberapa kalimat diucapkan ayah saya, paspor pun jadi. Tidak sampai 5 menit. Tapi saya tidak bisa menerimanya saat itu juga. Saya diminta datang besok! Dalam hati saya bertekat untuk tidak mau datang besok. Ayah saya berkata, “Terserah kamu.”

Keesokan hari saya berangkat kerja. Sesampainya di kantor, ada telepon masuk. Rupanya dari pewawancara kantor imigrasi. Saya berkata, tidak bisa datang hari ini, besok saja. Dan besok saya kembali lagi, kali ini tentu saja ditemani ayah yang langsung masuk ke ruang wawancara. Saya tidak mau “dikerjain” lagi. Lima menit paspor sudah di tangan. Ayah saya memberikan sedikit uang sebagai tanda terima kasih. Buat saya tidak perlu berterima kasih. Adalah kewajiban petugas negara untuk menolong/membantu warganya!

Kejadian lain… kerusuhan berbau SARA di bulan Mei 1998 membuat saya begitu trauma untuk tinggal di negeri ini. Cerita-cerita tentang diskriminasi ras yang sering dilakukan baik oleh warga lain maupun petugas pemerintahan, membuat saya bingung dan bertanya-tanya. Ada apa dengan negara ini? Orangtua saya lahir di sini. Saya pun lahir di sini. Kami bukan kriminal yang harus dibedakan dalam hal dokumen kenegaraan. Mengapa rasialisme masih begitu kental di negara ini? Bhinneka Tunggal Ika, semboyan yang dijunjung. Tapi sayang hanya teori. Memang, rasa “kesukuan” akan selalu ada dimanapun. Tapi sebaiknya tidak di negara ini.

Bukankah Indonesia adalah negara berdasarkan Pancasila dengan nilai-nilai luhur tentang persatuan, keadilan, kerakyatan, dan keTuhanan? Bangsa ini terkenal sebagai bangsa yang ramah. Turis yang melancong di negeri ini tidak akan disambut dingin dan sikap angkuh seperti di negara lain, ketika saya jadi turis. Saya bangga karena Indonesia adalah negara yang kaya raya. Penduduknya punya potensi besar, punya kreasi hebat. Lihat saja penghargaan dari organisasi dunia atas prestasi anak negeri yang tidak sedikit, hanya saja kurang publikasi. Animator sebuah produsen film kartun beken di Amerika saja diisi oleh orang-orang Indonesia. Banyak yang bisa dibanggakan dari negeri ini, tapi sayang…. Cerita-cerita buruk itu membuat saya berhenti “terharu”. Saya cinta Indonesia, tapi apakah Indonesia bisa membalas cinta saya?”

Saya masih berharap bahwa CINTA INDONESIA dalam hati saya terbalaskan, dan bukan bertepuk sebelah tangan….(E-INSIDE)

Sumber Kebosanan Pria

JuliantoApakah Pria itu pembosan? Bisa ya bisa tidak. Tapi setidaknya sebagian pria hidupnya suka dengan yang dinamis, enggan sesuatu yang monoton dan rutinitas. Demikian juga dalam membina keintiman dengan pasangannya, termasuk keintiman seksual. Dalam pengalaman Saya sebagai terapis keluarga, ada beberapa sumber kebosanan pria.

Pertama, jika mendengar isi komunikasi istrinya monoton. Terjadi pengulangan, apalagi dengan ekspresi dan intonasi yang kurang menarik.
Saat seperti ini nampak suami memilih diam atau hanya menjawab singkat: hmm…Ya… Mungkin….entahlah… Malas mengeksplorasi percakapan. Ekstrimnya malah memilih tidur atau bekerja di depan komputer, berpura-pura sibuk.
Untuk mengatasinya: latih diri menjadi pendengar yang baik. Belajar humor dan memperbanyak kosa kata dan isu percakapan yang disukai pria. Seperti politik, mobil, bola dsb. Kembangkan juga hobi bersama, supaya nyambung.

Kedua, variasi hubungan seksual yang minim.
Pria senang menikmati segala sesuatu dengan variasi. Lihat saja mungkin pasanganmu suka membawa motor atau mobilnya ke bagian variasi mobil, dan rela mengeluarkan uang banyak hanya sekedar ganti klakson atau knalpot. Hal yang sama tampak dalam hubungan suami-istri. Ia ingin punya variasi, tidak hanya posisi saat berhubungan seksual tapi juga tempat melakukannya. Jika istri kurang memahami kebutuhan ini, cepat atau lambat pasangannya akan merasa bosan dan bisa-bisa berujung selingkuh.
Solusinya: bicarakan terbuka variasi hubungan yang disukai pasangan, dan frekuensi dan waktu yang dibutuhkan.

Ketiga, dalam hal karir.
Jika pria sudah merasa mentok dengan jabatan, atau penghargaan di kantornya maka ia berpikiran ingin pindah kerja. Indikasinya, ia banyak mengeluh tentang kantor. Mengeluhkan hubungan dengan teman kerja hingga enggan banget berangkat kerja. Mungkin pasangan anda sibuk kerja dan lupa mengembangkan diri. Malas sekolah lanjut atau setidaknya ikut seminar rutin dsb. Sehingga saat terjadi kompetisi dengan rekan yang lebih muda, pasanganmu merasa diabaikan bosnya. Namun sering pindah kerja jusru melemahkan isi CVnya, karena dianggap tidak loyal.
Solusinya: sejak menikah dorong agar pasangan selalu kembangkan diri. Suka membaca dan belajar. Kalau perlu studi lanjut agar membuatnya lebih menguasai pekerjaannya.

Keempat, sibuk kerja dan kurang rekreasi.
Kesibukan bekerja dan rutinitas bisa mendatangkan rasa jenuh. Sayangnya pasanganmu merasa tak perlu ambil cuti dan rekreasi. Saat mengalami overload syndrom dia merasa cepat capek. Banyak mengeluh.
Sarannya: Saat seperti ini dorong pasanganmu ambil cuti dan pergi berlibur. Apalagi jika pasanganmu mengidap workaholic alias candu kerja.

Tentu ini bukan kesalahan pasangan (istri) semata. keluar dari rasa bosan juga merupakan tanggungjawab utama kita sebagai pria dewasa. Semoga mencerahkan.

Tulisan ini telah meminta ijin dari penulisnya, Bpk Julianto Simanjuntak. Beliau adalah Pendiri Pelikan, Penulis, dan Pengajar Konseling di STT Jaffray. Twitter: @PeduliKeluarga. Web: http://www.juliantosimanjuntak.com Ebook: Bagi pengguna Ipad dan Iphone bisa mengunduh Buku Julianto dan Roswitha via http://www.juliantobooks.mahoni.com

IT TAKES GRACE TO LOVE

AGUSTUS 2013Menulis untuk INSIDE edisi kali ini berat buat saya. Kenapa? Karena saya diberi tema cinta Indonesia. Padahal itu adalah salah satu tema yang menurut saya mengawang-ngawang, bagus untuk ditulis, bagus untuk diucapkan, tapi sulit dilakukan.

Cinta Indonesia? Apakah negeri ini layak dicintai? Dengan banyaknya berita yang tidak baik tentang negeri ini setiap hari di mana-mana, rasanya sulit untuk mencintai negeri ini. Membenci negeri ini mungkin sangat jauh lebih mudah daripada mencintainya. That’s why saya tidak akan menulis tentang bagaimana caranya mencintai negeri ini, ada banyak tulisan lain tentang hal itu. Karena saya yakin pada dasarnya, kita semua tahu bagaimana caranya mencintai Indonesia, tapi pertanyaannya apakah kita mau melakukannya atau tidak.

Tanpa ada perasaan cinta itu, tidak peduli berapa banyak pengetahuan yang kita punya tentang bagaimana caranya mencintai Indonesia, semuanya akan sia-sia saja. It is Love We Need Terlalu sering kita bicara soal how to show we love Indonesia.

Tapi pertanyaan sebenarnya bukan how to show our love to this country. Bagaimana caranya kita mencintai negara ini tapi pertanyaan yang harusnya kita tanyakan adalah how can we fall in love with this country. Bagaimana caranya kita bisa jatuh cinta dengan negara ini. Kalau kita terlalu berfokus pada bagaimana cara menunjukkan cinta kita pada Indonesia tapi kita tidak punya cinta itu sendiri, sama saja bohong. Kita tidak ada bedanya dengan pemain sinetron yang “mencintai” pasangannya di sinetron karena dia diharuskan begitu.

Tapi waktu kita benar-benar jatuh cinta dengan Indonesia, kita tidak perlu lagi semua how to itu karena dengan otomatis kita akan berusaha menunjukkan cinta kita pada negeri ini. Jadi bagaimana caranya kita mencintai negara ini? Ada yang bilang tak kenal maka tak sayang. Coba kenallah Indonesia maka kita akan sayang. Apa begitu? Bukankah setiap hari kita disodori berita yang negatif tentang negara ini? Tentang pemimpinnya? Tentang rakyatnya? Tentang sistemnya? Bagaimana kita bisa mencintai sesuatu yang jelek?

Waktu saya merenungkan hal ini, saya diingatkan tentang Yeremia 29:7, “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” Saya membayangkan orang Israel di Babel yang menerima surat dari Nabi Yeremia itu, pasti akan mengatakan tidak mungkin. Tidak mungkin mengusahakan kesejahteraan Babel. Negara yang mereka benci. Yang kafir. Yang merusak tanah air mereka. Tidak mungkin berdoa bagi Babel. Tapi itu yang Tuhan minta dari mereka.

Di satu sisi ada kemiripan antara kita dengan orang-orang Israel di Yeremia 29 itu. Kita sama-sama ada di posisi sulit dan mustahil untuk mencintai suatu negara. Negara yang sepertinya tidak ada yang baik-baiknya sama sekali. Negara yang sepertinya lebih baik hancur saja. Tapi perintah Tuhan pada mereka dan bagi kita sama. “Usahakanlah kesejahteraan kotamu. Berdoalah bagi kotamu. Bagi negara di mana kamu berada.”

Bagaimana kita bisa berdoa kalau kita tidak punya cinta untuk negara tersebut?

It Takes Grace to Love

It takes grace to love. Dibutuhkan kasih karunia supaya kita bisa mencintai Indonesia. Karena seperti yang sudah kita lihat, tidak ada yang baik di negara ini yang membuat kita bisa jatuh cinta kepadanya. Yang ada malah hal-hal buruk saja. Secara manusia bila kita disuruh mencintai Indonesia, itu adalah sebuah kemustahilan tingkat tinggi. Sulit sekali mencintai Indonesia kalau setiap hari kita dibombardir dengan berita-berita buruk tentang Indonesia.

Tapi tidak ada yang mustahil bagi Allah. Kasih karunia-Nya sanggup mengubahkan hati kita yang penuh kepahitan terhadap negara ini menjadi penuh cinta. Kasih karunia-Nya sanggup membuat kita berlutut, menangisi negara ini, dan memohonkan perubahan. Karena itu berhentilah berusaha mencoba mencintai Indonesia dengan usaha kita sendiri dan berserulah kepada-Nya memohon kasih karunia-Nya agar kita bisa mencintai negara ini. (Denny Pranolo-INSIDE)

CINTA INDONESIA

AGUSTUS 2013Adakah rasa CINTA di hati kita untuk negeri yang dikenal sebagai “zamrud khatulistiwa”, tempat dimana kita lahir, tumbuh, besar, tinggal dan hidup? Besarkah kadar cintanya, atau sama sekali belum tumbuh? Punyakah Mimpi atau Harapan untuk Negeri ini, atau Kerinduan untuk membangun negeri ini? Di bulan Agustus, yang adalah bulan “Kemerdekaan” bagi bangsa ini, mari kita bangkitkan kembali semangan Cinta Indonesia!

“Aku Cinta Indonesia”

Prof. Yohanes Surya. PhD. Sang Super Guru yang menjadikan anak-anak Indonesia yang dibimbingnya menjadi juara Olimpiade Sains dan Matematika tingkat dunia, percaya bahwa tidak ada orang bodoh. Yang ada hanya anak yang tidak mendapat kesempatan belajar dari guru yang baik dan metode yang benar. Hasil nyata bimbingannya: anak kelas 2 SD dari Papua yang sudah tinggal kelas 4 kali, berhasil menjadi Juara matematika tingkat nasional, dan juara membuat robot!

Setelah lulus dari Universitas Indonesia, beliau melanjutkan studi master dan doktoralnya di Amerika. Memang beliau sempat bekerja disana dan ditawari berbagai hal menarik untuk tetap tinggal, tetapi beliau memilih pulang ke Indonesia untuk berbuat sesuatu. “Aku Cinta Indonesia,” katanya. Hasilnya: pada tahun 2006, beliau mendirikan Surya Intitute, dengan visi/mimpi: 15 tahun kedepan mendidik anak-anak Indonesia di daerah yang paling tertinggal, sampai menjadi Doktor (PhD).  30.000 doktor, yang disebar diseluruh pelosok negeri. Benar-benar karya anak bangsa yang Cinta Indonesia!

Merry Riana. Miliarder, motivator, penulis buku sukses. Buku tentang kisah hidupnya menjadi best seller yang menginspirasi jutaan orang. “You can take me out from Indonesia, but You can never take Indonesia  out from me”, adalah pernyataannya. Sejak Januari 2013, beliau menjadi presenter talk show “The Merry Riana Show” di Radio Sonora 92 FM Jakarta, bertemakan: Cinta Indonesia. Setiap tamu yang diundang, di akhir acara membacakan Surat Cinta untuk Indonesia yang dibuat oleh mereka sendiri. Dan banyak kegiatan lain yang dilakukannya sebagai wujud cintanya akan Indonesia.

Ev. Daniel Alexander. Penginjil yang meninggalkan Negeri Kangguru Australia,  demi mencurahkan hidup dan cintanya untuk anak-anak di Bumi Cendrawasih (Papua). Bersama Yayasan Anak Indonesia, beliau mendirikan sekolah di tanah Papua dengan kurikulum International.  Tekadnya adalah untuk membangun tanah Papua lewat dunia pendidikan.

Dan masih banyak lagi Pejuang “Aku Cinta Indonesia” yang melakukan sesuatu sesuai talenta, bidang dan panggilan hidupnya, untuk membangun Indonesia.

LOVE & BUILD

Mencintai dan Membangun bangsa Indonesia pada zaman sekarang ini, bukan lagi dengan pergi ke medan peperangan melawan penjajah. Bukan! Peperangan sekarang adalah perang melawan kebodohan, kemiskinan (jiwa dan material), dan ini: kemalasan!

Para tokoh di atas adalah “pejuang-penjuang” masa kini. Mungkin kita belum bisa mengikuti jejak mereka. Tapi, mulailah melangkah untuk mencintai dan membangun negeri ini, antara lain dengan:

Mendoakan kota di Indonesia

Seperti yang tertulis dalam Yeremia 29:7; “

Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.

Menyayangi dan membangun keluarga

Keluarga adalah organisasi paling kecil dan paling dekat bersentuhan dengan kita, setiap hari! Jadi, kalau mau menyayangi bangsa Indonesia dan berbuat sesuatu untuk bangsa ini, praktekkan itu dengan menyayangi keluarga terdekat lebih dulu.

Menyayangi Bumi Indonesia

Salah satu cara: buanglah sampah pada tempatnya (klise tapi sulit dilakukan. Mulailah hari ini!). Atau gunakanlah fasilitas umum: kamar kecil, transportasi, jalan umum, dengan baik.

Mari rapatkan barisan dan bergerak bersama-sama tanpa membeda suku, bangsa, dan agama untuk menjadikan Indonesia Bagus, Indonesia Bangkit, Indonesia Maju, Indonesia Raya. Dirgahayu Indonesiaku! (lovina linawati santoso-INSIDE)

Pak Udin

LorenKisah ini saya tuliskan karena sungguh sukar untuk dilupakan begitu saja. Peristiwa ini terjadi ketika saya sedang merasa sendirian, seolah doa-doa yang saya panjatkan selama ini tidak didengar Tuhan…

Sore itu papa mengatakan kalau besok pagi Pak Udin yang akan mengantarkan saya ke kantor. Saya terkejut mendengarnya. Supir? Sejak kapan papa punya supir? Terakhir kali keluarga kami memiliki seorang supir ketika saya masih duduk di bangku SMP. Dia supir papa dari kantor tempatnya bekerja dulu. Bertahun-tahun yang lalu. Pak Udin namanya.  Ternyata dia kembali bekerja untuk papa.

Jadilah pagi itu saya diantar Pak Udin. Selama perjalanan dari rumah ke kantor, saya memperhatikannya dari kursi belakang tempat saya duduk. Hmm…dia sudah keliatan tua sekarang, tapi masih saja bekerja menjadi supir.

Tiba-tiba Roh Kudus berbicara dalam hati. Kamu merasa seperti Pak Udin kan? S-e-n-d-i-r-i. Kamu sedang merasa sendirian kan, anakKu? Kamu takut hidup sendiri. Kamu pikir Aku tidak peduli denganmu. AnakKu, coba kamu perhatikan baik-baik. Kamu duduk dibelakang bukan saat ini? Kamu tahu kenapa kamu duduk di belakang? Karena kamu anak papamu. A-n-a-k  PAPA(-mu). Bukankah Aku ini, Bapamu? Kenapa kamu kuatir akan hidupmu? Aku ini Bapamu. Aku mengasihimu. Aku tidak pernah melupakanmu.

Ngga tahan rasanya mendengar suara lembut itu terus-menerus berbicara dalam hati saya. Hampir-hampir saya tidak dapat menahan air mata. Pagi itu Tuhan melawat saya. Bapa berbicara kepada saya melalui Pak Udin yang duduk sendirian menyetir di depan.

Ketika mobil mulai memasuki halaman depan kantor, saya cepat-cepat menghapus air mata yang menggantung di kedua pelupuk mata. Buru-buru saya berucap terima kasih kepada Pak Udin dan membuka pintu untuk keluar turun dari mobil.

Pagi itu hati saya lega sekali. Ternyata Tuhan ngga pernah melupakan saya. Dia tahu kegelisahan dan kekuatiran hati saya yang terdalam. Dia peduli, tetap peduli dan selalu peduli. Bapa tidak meninggalkan saya. Tidak pernah. Sekali-kali tidak! Kali ini saya dibuat kagum (lagi). Bapa berbicara melalui pak Udin. Yah…pak Udin… supir PAPA. (Loren Sartika-INSIDE)

Elemen Penghancur Perkawinan

JuliantoDalam kasus-kasus konseling kami memperhatikan, perkawinan menjadi rusak karena beberapa perilaku suami atau istri yang menghancurkan. Ada beberapa elemen yang dapat merusak perkawinan.

Pertama, keras kepala.
Artinya, masing-masing mudah terbakar oleh perbedaan pendapat. Pola komunikasi pasangan ini mirip dengan permainan kartu, tiap orang merasa harus menang. Salah satu penyebabnya adalah keduanya memiliki sifat keras kepala.
Bagaimana mengatasi sifat keras kepala ini? Anda dan pasangan harus menyediakan waktu untuk duduk bersama. Kemudian membicarakan dengan terbuka hal-hal apa yang menjengkelkan masing-masing saat berkomunikasi. Misalnya soal pulang terlambat, janji yang tidak dipenuhi, sifat pelupa, dan sebagainya.

Kedua, mendominasi pasangan.
Seorang istri yang sukses dalam karir, cenderung mengontrol suami dan semua urusan rumah tangganya. Kadang untuk itu dia berperilaku agresif dan berpura-pura meminta pendapat sang suami. Namun karena selalu kurang waktu untuk diskusi, suami akhirnya menyerah pada kemauan istrinya.
Ada juga sikap menyuap pasangan. Pola ini sering dipakai di mana komunikasi berjalan secara tidak jelas. Terjadi sistem “suap” supaya pasangan diam dan menerima keadaan. Contoh: Seorang istri yang ingin ngobrol dengan suaminya tentang sesuatu hal yang berhubungan dengan suaminya tetapi tidak kesampaian karena suami terlebih dahulu memberikan sesuatu padanya, misalnya perhiasan atau uang (hadiah). Akhirnya si istri mengurungkan niatnya untuk curhat. Ucapan terima kasih dari istri pada suaminya tidak berarti karena kebutuhan tidak terjawab.
Seorang Istri yang takut akan Tuhan akan menempatkan suaminya pada posisi yang lebih tinggi daripada dia sendiri. Suami yang menyadari bahwa dia harus mempertanggungjawabkan kedudukan ini kepada Allah, tidak akan mau mengabaikan rumah tangganya, apa pun alasannya.

Tiga, membaca pikiran.
Istri/suami mempunyai asumsi pikiran terhadap pasangannya. Akibatnya, seringkali terjadi salah paham dan memancing pertengkaran. Kita perlu membangun rasa percaya terhadap pasangan. Pria dan wanita mempunyai sifat dan pembawaan yang dasarnya memang berbeda. Komunikasikan kebutuhan Anda dengan baik sehingga pasangan Anda tidak menduga-duga lebih jauh.
Menurut Lederer dan Jackson, ada relasi yang kuat antara trust dan komunikasi suami-istri. Jika komunikasi antara suami istri terganggu dan mengalami tegangan maka trust cenderung berkurang. Tetapi jika keduanya saling mempercayai, mereka mudah membangun kepercayaan yang “saling” (mutual confidence).

Empat, menghindari konflik.
Perilaku menjengkelkan lainnya adalah mengalihkan rasa enggan berkomunikasi dengan kesibukan. Contoh: Suami membawa pulang pekerjaan kantor, kemudian berkurung diri di kamar dan tidak mau diganggu. Istri juga terus sibuk dengan anak-anak dan pekerjaan rumah lainnya. Karena kesibukan masing-masing maka akhirnya mereka tidak saling berkomunikasi, padahal sebenarnya ada hal-hal yang bisa ditunda.
Contoh lain. Suami sebenarnya tidak begitu suka bertemu dengan keluarga istri. Maka, kalau keluarga istri berencana kumpul, ada-ada saja alasan suami tidak mau ikut. Ini dilematis untuk istri yang memang dekat dengan keluarga asalnya. Maka, jika ada rencana pertemuan keluarga, istri berusaha sedapat mungkin bersikap baik dan menghindarkan konflik dengan suaminya. Tetapi akibatnya dia kelelahan sendiri karena merasa terjepit antara suami dan orang tua atau saudara kandungnya.
Bagaimana mengatasi hal ini? Umumnya aktifitas sok sibuk ini dipicu oleh konflik tersembunyi. Kalau konflik tersembunyi ini dibiarkan bertumpuk, kita tinggal menunggu ledakannya yang hebat. Karena itu, masing-masing pihak harus mengakui perasaannya yang terdalam, apakah yang membuat dia enggan berkomunikasi dengan pasangan. Jika akar sebenarnya adalah konflik yang bertumpuk, mereka perlu belajar terbuka dan mampu mengelola konflik itu.

Lima, komunikasi yang miskin.
Menurut D. Scheunemann para istri sangat butuh pernyataan dan wujud cinta, rangkulan kasih, dan tanda-tanda cinta yang romantis. Istri membutuhkan banyak waktu suaminya agar suaminya dapat mendengarkan keluhan dan pergumulannya. Ada empat kebutuhan pokok istri dalam hubungan dengan suami. Yakni: rasa aman, percakapan yang berarti, ikatan emosi yang romantis dan sentuhan fisik.
Komunikasi merupakan inti kehidupan keluarga. Artinya tiap anggota berinteraksi secara verbal dan nonverbal menyatakan emosi-emosi mereka. Melalui komunikasilah suami istri dapat menyatakan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan sehingga hubungan itu semakin intim dan dalam.
Tanpa kemampuan berkomunikasi secara efektif, keluarga itu akan cepat menjadi hanya sekumpulan individu yang memiliki perasaan, pikiran dan keinginan masing-masing. Keluarga yang demikian akan mudah menjadi sakit dan tidak berfungsi.

Enam, berbuat baik demi menguasai pasangan.
Perbuatan baik yang dilakukan oleh suami/istri untuk menyenangkan diri sendiri. Contoh: seorang istri melayani kebutuhan seksual suami dengan tujuan keinginannya dipenuhi, misalnya ingin dibelikan cincin berlian. Pola ini merusak pernikahan, maka perlu diperbaiki. Perasaan jengkel karena merasa dimanfaatkan pasangan, perlu dikelola. Suami dan istri seyogyanya memiliki cinta yang tulus dan sabar menanggung kelemahan tertentu pasangan. Jika sulit melakukannya, pasangan ini perlu meminta pertolongan konselor perkawinan.

Enam, tidak bertanggung jawab.
Di Indonesia, 30% perceraian terjadi karena salah satu pasangan meninggalkan tanggung jawabnya terhadap keluarga. Yang dimaksud di sini bukan jobless, yang terkadang memang tidak terhindarkan, melainkan sifat seseorang yang cenderung mau enaknya saja.
Sifat ini biasanya sudah terbentuk sejak masa kanak-kanak. Jadi kalau ditemukan sesudah menikah, maka tidak mudah untuk mengubahnya. Jika istri terus ngomel menuntut suami berubah, dapat menjadi bumerang dimana suami tidak nyaman digurui. Sebaiknya temui konselor perkawinan, agar terapislah yang berbicara dengan suami Anda.

Julianto Simanjuntak
dari buku “KETRAMPILAN PERKAWINAN” (Julianto Simanjuntak & Roswitha Ndraha)

Tulisan ini telah meminta ijin dari penulisnya, Bpk Julianto Simanjuntak. Beliau adalah Pendiri Pelikan, Penulis, dan Pengajar Konseling di STT Jaffray. Twitter: @PeduliKeluarga. Web: http://www.juliantosimanjuntak.com Ebook: Bagi pengguna Ipad dan Iphone bisa mengunduh Buku Julianto dan Roswitha via http://www.juliantobooks.mahoni.com