Archive for September, 2011

Rekonsiliasi Membawa Damai di Hati

 

Setelah mendengar sebuah khotbah di suatu Minggu tentang perlunya rekonsiliasi dalam hubungan setiap orang Kristen, saya berpikir keras, apa masih ada yang belum beres dalam hidup saya? Dan jawaban saya sendiri adalah semuanya sudah beres, tidak perlu melakukan rekonsiliasi kepada siapapun, padahal saat itu saya sadar betul kalo saya tidak bicara bertahun-tahun dengan adik perempuan saya. Kalo ketemu ya seperti orang yang tidak kenal, dia bahkan lebih dekat dengan teman perempuan seangkatan saya, yang disebutnya sebagai “cici angkat”, tapi tetep aja saya gak ngerasa ada yang salah.

Sampai suatu ketika, Tuhan menegur saya secara pribadi. Hubungan saya dengan Tuhan selama ini gak pernah bisa terlalu dekat, dan saya baru sadar, mungkin karena saya belum beresin hubungan saya dengan adik perempuan saya itu. Akhirnya saya putuskan untuk membereskannya. Awalnya saya hampir membatalkannya, saya merasa gengsi sekaligus takut. Tapi saya memberanikan diri untuk menghampirinya dan meminta maaf atas segala perbuatan jahat saya, saya tidak menjadi cici yang baik sampai dia harus meminta orang lain sebagai cicinya, saya tidak pernah peduli padanya, saya tidak menganggapnya ada, saya tidak sayang padanya, dan sebagainya, kemudian bertangis-tangisanlah kami.

Saat itu juga, saya langsung ngerasa kedamaian melingkupi hati saya. Saya bersyukur banget keputusan melakukan rekonsiliasi itu saya ambil. Kalau tidak, saya gak bisa bayangin kalo sampe detik ini saya masih gak ngomong sama adik saya, padahal tinggal satu atap. Sekarang, hubungan saya dan adik saya sangat baik, jauh lebih baik dari dulu. Tuhan, terima kasih karena masih menegur saya, terima kasih karena memampukan saya melakukan rekonsiliasi. Amin. (Dessy Chandra Wati)

 

Kasihan Sama Tuhan

Aku kadang suka kasihan ama Tuhan. Heh? Maksud lo?

Budi (sebenernya namanya sih bukan Budi, tapi kasian kalo nama aslinya disebutin disini, hehe) adalah temenku yang suka bareng ke gereja. Suatu kali aku memergoki dia lagi nongkrong di luar ruang kebaktian padahal khotbah sedang berlangsung.

“Lho, lagi ngapain Bud?” tanyaku penasaran, “…bukannya dengerin khotbah, lu!”

Lalu dia jawab dengan santai, “Ah, males dengerin khotbahnya si Pak Juned (bukan nama sebenarnya juga)”.  “Soalnya gue tau sehari-harinya dia kalau lagi di rumah, guekantetanggaan ama dia! Munafik semua yang dia khotbahin! Nggak ada yang dia lakukan! Mendingan khotbahin aja diri dia sendiri dulu!”.

Hmm, perkataan si Budi membuat saya berpikir. Dulu, kalau pendeta sedang ber khotbah di gereja, pikiranku juga suka mikirin apa yang dia khotbahkan. Tapi bukannya berpikir  tentang firman Tuhan yang disampaikan, aku malah berpikir seperti ini: “Ah, salah tuh apa yang dikatakan si Pak Pendeta!” atau “Ah, khotbahnya garing, bikin ngantuk!”.

Sekarang aku mikir. Aku jadi kasihan sama Tuhan. Seharusnya waktu kebaktian, praise and worship, mendengarkan firman Tuhan, maka hati dan pikiran kita tertuju pada Tuhan Yesus. Mungkin waktu bernyanyi kita jadi ingat Yesus yang sudah baik kepada kita. Atau waktu khotbah kita diingatkan untuk bersyukur kepada  Tuhan, dsb. Pokoknya kita menyembah Tuhan. Kita ingat kepada Tuhan. All about Jesus. Tapi kenyataannya, kita malah suka mikirin diri sendiri yang lagi kesal sama si pengkhotbah atau WL-nya, atau mikirin khotbahnya yang menurut kita membosankan. Lalu Tuhannya dilupakan. Tidak mendapat perhatian. Kasihan ya Tuhan. Harusnya diagungkan, malah dikucilkan.

Sejak itu saya bertobat. Fokus pada Yesus. Yesus bisa bicara pada kita sekalipun lewat pendeta yang mungkin kita tahu kehidupannya bobrok dan munafik. Yesus bisa mengurapi pemimpin pujian yang diluar suka menjelek-jelekan kita. Yesus bisa menegur kita lewat teman atau saudara seiman kita yang kita benci. Fokuslah pada Tuhan. Kasihan dong Tuhan kalo kita malah menomorduakan Dia, betuk nggak? (Fery!Kacamata3d.blogspot.com)

Cara Mudah Menghilangkan Bau Kaki

Masalah bau kaki ini terjadi pada siapa saja, bahkan pada orang yang terkenal selalu wangi. Mereka hanya tidak tahu darimana asal muasal bau kaki ini, dan tidak tahu bagaimana mengatasinya.

Biang kerok dari bau kaki adalah keringat. Tubuh kita memiliki lebih dari 250.000 kelenjar keringat, sedangkan kaki kita termasuk bagian tubuh yang paling berkeringat. Dalam sehari, satu kaki dapat memproduksi lebih dari satu pint (sekitar 568 ml) keringat! Keringat itu sendiri sebenarnya merupakan campuran air dan garam, sehingga tidak memiliki bau tertentu. Bau itu disebabkan oleh bakteri pada kulit yang memakan keringat dan membuang kotoran yang memiliki hawa atau bau yang kuat.

Keberadaan bakteri pada kulit ini juga normal, namun keringat menarik bakteri dan memberikan banyak makanan untuknya. Bila keringat pada kaki menjadi lebih berbau daripada keringat di tubuh, bisa jadi hal ini disebabkan oleh kaus kaki dan sepatu kita. Sebab keringat yang dibuang oleh kaki tidak mudah menguap seperti keringat di telapak tangan, dan malah mengumpul di kulit dan kaus kaki. Bakteri menyukai tempat gelap, lembab, dan banyak “makanan”. Ketika Anda membuka sepatu, bau yang menampar Anda itu adalah produk buangan bakteri yang terkumpul di kaki, kaus kaki, dan sepatu Anda.

Nah, mengapa bau kaki kita bisa lebih “membius” daripada bau kaki orang lain, adalah karena kita mungkin lebih banyak berkeringat. Oleh karena itu, kaki Anda pun kadang-kadang tidak begitu bau, lain waktu sangat memabukkan. Ini hanya berkaitan dengan seberapa banyak Anda berkeringat saat itu.

Cara menghilangkan bau kaki

1. Kurangi jumlah bakteri pada kaki. Caranya:

  • Mencuci kaki dengan sabun antibakteri yang kuat.
  • Jangan membiasakan diri memakai kaus kaki yang sama selama berhari-hari. Ganti kaus kaki setiap hari.
  • Tidak menggunakan sepatu yang sama setiap hari. Tinggalkan sepatu yang baru dipakai selama 24 jam atau lebih untuk mengeringkannya sebelum memakainya kembali.

 2. Kurangi jumlah keringat yang menempel di sepatu, dengan cara:

  • Boots atau pumps Anda mungkin terlihat keren, namun lebih baik mengenakan sepatu yang memiliki “ventilasi”. Pilih saja sling back shoes yang bertali di belakang, atau peep toe shoes. Sebagai wanita, Anda masih punya banyak pilihan sepatu, kok.
  • Bila Anda senang menggunakan kaus kaki atau stoking, pilih yang terbuat dari katun atau bahan yang menyerap keringat lainnya.
  • Ganti kaus kaki Anda setiap hari.
  • Beri bahan antiperspirant pada kaki Anda. Coba cari di apotik atau toko kosmetik.

Jika cara di atas tidak membantu, sudah waktunya Anda mengunjungi dokter. Minta obat dengan resep yang dapat mengatasi  bau kaki yang serius, dengan membunuh bakteri dan mengurangi keringat pada kaki. (kompas.com)

Maaf

Saya membayangkan dalam sepuluh ribu tahun pertama di surga, umat tebusan Allah akan menghabiskan waktu untuk saling meminta maaf satu sama lain karena telah menghakimi, saling menjatuhkan, sombong dan sombong. (Tentu saja ini cuma perkiraan; bisa saja butuh dua puluh ribu tahun.)

Saya membayangkan Paulus minta maaf kepada Barnabas karena bertengkar soal Markus. Dan mengaku kepada Markus kalau dia seharusnya memberi Markus kesempatan kedua. Dan semua orang Kristen Korintus dari abad pertama akan minta maaf pada Paulus karena sudah membuatnya menderita.

Semua orang di gereja yang berpisah hanya karena hal-hal konyol seperti musik organ, akan datang dan saling berpelukan. Orang-orang Baptis dan Presbyterian akan saling bertemu dan saling mengakui kalau merekalah yang salah soal baptisan. Dan mereka akan saling minta maaf karena sudah sombong dan untuk komentar buruk yang pernah mereka ucapkan. Dan tidak akan ada lagi perpecahan dan semua permusuhan akan dilupakan. (diambil dari Dug Down Deep oleh Joshua Harris ~ terjemahan bebas)

Waktu membaca tulisan di atas saya tersenyum sendiri sekaligus mengamini kebenarannya. Berapa banyak kata “maaf” yang belum terucap dari mulut saat kita masih hidup di dunia? Apakah kita harus menunggu sampai di sorga dulu baru mengucapkan kata “maaf”?

Ada dua fakta yang sudah sama-sama kita sadari: Manusia adalah makhluk sosial. Manusia adalah makhluk berdosa.

Kedua fakta ini mempunyai konsekuensi yang tidak bisa kita hindarkan: Kita selalu membutuhkan kehadiran orang lain dan harus selalu menjalin hubungan dengan orang lain dimana secara alamiah kita yang sudah jatuh dalam dosa, pasti akan “berdosa” juga terhadap sesama.

Di satu sisi kita membutuhkan kehadiran sesama kita, tapi di sisi lain, kita juga seringkali “menyakiti” mereka, secara sadar atau tidak, dengan kata-kata atau tindakan kita.

Apa kata Firman Tuhan tentang kedua fakta ini?

Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. (Matius 5:23-25)

Firman Tuhan mengakui kalau kita membutuhkan sesama kita, tapi Firman Tuhan juga menekankan perlunya kita segera meminta maaf pada sesama begitu kita menyadari telah melakukan sesuatu yang salah terhadap sesama kita.

Melakukan kesalahan, menyakiti perasaan dalam sebuah hubungan adalah sebuah hal yang wajar. Tidak ada orang yang kata-kata dan tindakannya begitu sempurna sehingga tidak menyakiti hati sesamanya. Jadi selalu ambil waktu untuk me-review kesalahan apa saja yang mungkin sudah kita buat terhadap sesama kita. Terhadap pasangan kita, teman kita, atasan kita. Perhatikan raut muka, mimik, gerak tubuh sesama kita. Dengan begitu kita akan tahu apakah kita sudah menyakiti perasaan mereka atau tidak. Dan kalau sudah sadar kita melakukan kesalahan, cepat-cepatlah minta maaf. Semakin cepat kita meminta maaf, semakin cepat luka itu akan sembuh. Jangan tunggu sampai kekekalan baru minta maaf. (denny pranolo)