Setelah mendengar sebuah khotbah di suatu Minggu tentang perlunya rekonsiliasi dalam hubungan setiap orang Kristen, saya berpikir keras, apa masih ada yang belum beres dalam hidup saya? Dan jawaban saya sendiri adalah semuanya sudah beres, tidak perlu melakukan rekonsiliasi kepada siapapun, padahal saat itu saya sadar betul kalo saya tidak bicara bertahun-tahun dengan adik perempuan saya. Kalo ketemu ya seperti orang yang tidak kenal, dia bahkan lebih dekat dengan teman perempuan seangkatan saya, yang disebutnya sebagai “cici angkat”, tapi tetep aja saya gak ngerasa ada yang salah.
Sampai suatu ketika, Tuhan menegur saya secara pribadi. Hubungan saya dengan Tuhan selama ini gak pernah bisa terlalu dekat, dan saya baru sadar, mungkin karena saya belum beresin hubungan saya dengan adik perempuan saya itu. Akhirnya saya putuskan untuk membereskannya. Awalnya saya hampir membatalkannya, saya merasa gengsi sekaligus takut. Tapi saya memberanikan diri untuk menghampirinya dan meminta maaf atas segala perbuatan jahat saya, saya tidak menjadi cici yang baik sampai dia harus meminta orang lain sebagai cicinya, saya tidak pernah peduli padanya, saya tidak menganggapnya ada, saya tidak sayang padanya, dan sebagainya, kemudian bertangis-tangisanlah kami.
Saat itu juga, saya langsung ngerasa kedamaian melingkupi hati saya. Saya bersyukur banget keputusan melakukan rekonsiliasi itu saya ambil. Kalau tidak, saya gak bisa bayangin kalo sampe detik ini saya masih gak ngomong sama adik saya, padahal tinggal satu atap. Sekarang, hubungan saya dan adik saya sangat baik, jauh lebih baik dari dulu. Tuhan, terima kasih karena masih menegur saya, terima kasih karena memampukan saya melakukan rekonsiliasi. Amin. (Dessy Chandra Wati)
Recent Comments