Archive for October, 2012

Dimanakah Jodohku?

Umur saya sudah mendekati 40, tahu kalo dipanggil untuk menikah (tidak ada karunia selibat), tetapi sampai sekarang belum bertemu “jodoh”. Apa yang harus saya lakukan selain berdoa?

Isi pikiran anda, bahwa anda belum terlambat. Saya berjumpa dengan janda atau duda dan mereka berumur 50 tahun dan masih semangat mencari pasangan baru, merasa tidak terlambat untuk menikah lagi.

Isi pikiran dengan syarat2 pasangan hidup yang lebih realistis. Jangan perfectionist, jangan mencari yang sempurna. Tuhan memang akan menyempurnakan setiap anak Tuhan, tetapi proses itu baru selesai ketika orang meninggal dunia. Jika anda mencari yang nyaris sempurna, yang takut Tuhan, lembah lembut, tahan nafsu, penguasan diri, baik dll dengan menyebut semua buah roh, maka anda akan menemukannya di sorga nanti.

Setelah anda isi pikiran dengan dua hal diatas, melangkah memperluas pergaulan anda, baik lingkungan gereja, bisnis, sosial, olahraga, seni atau jaringan apapun yang memang anda mungkin untuk masuk.

Carilah sahabat sebanyak mungkin, maka diantara sahabat akan ada yang menjadi jodoh anda. Jika dia hanya mau bersahabat dan tidak mau jadi pacar, maka tetaplah menjadi sahabat dan bukan putus hubungan. Jika itu yang terjadi, anda bisa dikenal sebagai orang yang kurang simpati dan tidak punya sahabat, nah, kalau sahabat aja ndak punya, bagaimana dapat pacar atau jodoh. (Jarot Wijanarko/www.ifadahsyat.com)

Gagal Dengan Sukses

Coba kamu ke toko buku, atau googling deh kiat-kiat untuk sukses, pasti banyak banget buku dan artikel serta tips-tips tentang hal tersebut. Bosen nggak sih? Hehe. Jadi terpikir, kalau ada Kiat-kiat Untuk Sukses, ada nggak sih Kiat-kiat Untuk Gagal? Soalnya tahukah kamu untuk gagal juga punya perjuangannya sendiri. Jika diantara kamu ada yang pengen hidupnya gagal, ikuti aja kiat-kiat Gagal Dengan Sukses berikut ini:

1. Mencoba Narkoba.

Sepertinya ini tips no. 1 deh. Jika kita sudah terjerumus gara-gara mencoba narkoba kita akan susah untuk melepaskannya. Mengapa dengan mencoba narkoba kita bisa jadi orang gagal? Pertama: kalo kita lagi ‘tinggi’ alias mabuk dalam pengaruh narkoba maka kita tidak akan peduli lagi dengan pelajaran apapun di sekolah dan pekerjaan apapun. Tidak perlu kuatir akan matematika, sejarah, biologi atau guru yang killer. Atau boss yang galak. Nah kalau sudah begitu kita nggak bakalan belajar apapun kemudian menjadi bodoh, dipecat, (atau mati). Yang kedua: otak kita bakalan rusak. Kalo otak sudah rusak itu jaminan buat kita gagal dengan suksesnya. Yang ketiga: narkoba membuat kita bisa melakukan hal kriminal dan dosa yang merembet, hasilnya kita bisa gila, masuk penjara dan yang paling parah: masuk neraka. Kalo udah masuk neraka artinya kegagalanmu sudah 100% sukses!

2. Curang.

Ujian? Mencontek aja. Mengerjakan tugas dan melakukan pekerjaan? Curang aja. Dengan mencontek ada dua keuntungan: kita lulus tanpa harus belajar dan kita dapat pujian tanpa harus melakukan apapun. Tapi itu kalau tidak ketahuanorang. Lho, kalau begitu artinya berhasil dong, kan ujian jadi lulus, bahkan bisa dapet ijasah tanpa harus susah payah? Ya, tapi dengan mencontek kita tidak belajar apapun, so kita jadi bodoh dan malas. Bodoh dan malas ujungnya gagal dengan sukses. Mencontek sama juga dengan curang dan mencuri. Kebiasaan mencontek, curang dan mencuri juga diikuti dengan kebiasaan berbohong. Bohong kepada guru maka akan merembet jadi kebiasaan bohong pada pacar, ortu, pemerintah, boss, Tuhan. Ujungnya gagal dengan sukses.

3. Salahkan orang lain.

Jangan pernah mengaku bertanggungjawab atas apapun. Salahkan adikmu kalo kamu memecahkan gelas. Salahkan polisi kalau kamu tertangkap melanggar lalu lintas. Salahkan ortu kalau kamu kena narkoba. Salahkan semua orang kalo kamu salah. Dengan begitu kamu nggak bakalan belajar dari apapun kesalahan kamu. Dengan tidak bertanggungjawab atas apapun akan membuat kamu berbuat seenaknya tanpa batas tanpa peduli yang akhirnya membuat kamu hidup dalam lingkaran kegagalan dengan suksesnya.

Nah, baru tiga kiat itu saja sudah cukup bisa membuat orang-orang gagal dengan sukses. Tidak semua orang bisa melakukannya lho. Kita harus berhadapan dengan orang-orang yang tidak ingin kita gagal. Kita harus berhadapan dengan ortu, pacar kita, istri-suami kita, saudara, sahabat, guru, pembimbing rohani, gembala, dan semua orang yang sayang sama kita. Mau gagal? Jangan pedulikan mereka semua. Apakah kamu ingin gagal? Saya ucapkan semoga berhasil, eh semoga gagal, …ah kamu tau apa maksud saya kan? (F! Kacamata3d.blogspot.com)

Kiat Mengatasi Minder

Orang yang memiliki harga diri yang rendah sesungguhnya menderita secara emosi. Ekspresi orang yang inferior ini ada dua:

  1. Minder menghindar, segan tampil dan segan konflik dengan orang lain. Jika ada konflik, suka menyalahkan diri sendiri, bahkan saat dirinya tidak bersalah.
  2. Minder menyerang. Ekspresinya sombong atau angkuh, suka menyerang jika terpojok. Marah berlebihan dan cenderung menyakiti orang lain dengan kata atau perilaku.

Harga diri ibarat tubuh, bertumbuh secara bertahap dan perlu penanganan yang baik agar tumbuh dengan sehat.

LIMA PEMBENTUK HARGA DIRI

1. Harga diri Akademis.

Kita merasa berharga karena punya kemampuan akademik tertentu. Menonjol di area tertentu, dan sering mendapat pujian karena kelebihan itu. Kita mendapatkan prestasi akademik yang baik, terutama saat masih SD hingga SMP. Pujian dan merasa berharga secara akademis membuat kita PeDe.

2. Harga Diri Emosi.

Ini bertumbuh karena merasa diri diterima. Emosi kita baik positif maupun negatif diterima di rumah. Ortu memahami kita tatkala  menangis dan tidak menganggap kita cengeng. Ikut gembira saat kita senang. Ada kebebasan mengungkapkan emosi secara pas di antara keluarga. Ada perasaan bebas berbicara, dan mendapat apresiasi dan pujian secara emosi dari ortu dengan cukup.

3. Harga Diri Sosial.

Perasaan berharga ini tumbuh karena dua hal. Penerimaan orangtua dan pergaulan yang sehat. Ortu menerima kita apa adanya, tidak membandingkan kita dengan lainnya. Didukung kesempatan dan kesempatan bergaul sejak kecil, dan memiliki beberapa sahabat baik untuk berbagi.

4. Harga Diri Fisik.

Kita punya penampilan yang baik, mulai dari kebiasaan rapi, bersih dan penampilan fisik yang relatif ok. Sering anak yang cantik atau cakap parasnya banyak mendapat pujian. Juga anak yang rapi dan pembersih. Termasuk di dalamnya ketrampilan atau skil seperti rajin bekerja, dan trampil mengerjakan pekerjaan di rumah seperti memasak, membersihkan rumah, suka menolong, dlsb.

5. Harga Diri Spiritual.

Harga diri yang dibangun karena hubungan yang baik dengan Tuhan, bertumbuh secara iman, dan mendapat contoh yang cukup dari ortu dan lingkungan tentang manfaat ibadah.

SHARING PRIBADI

Sejak  SD saya pemalu, peragu dan minder. Saya dibesarkan seorang Papa yang keras, pecandu alkohol yang sering marah dan ringan tangan pada anak. Kemarahan ayah tak jarang membuat saya takut dan dan  terbawa hingga ke tempat  tidur. Akibatnya malam kadang ngompol hingga di  usia 8 tahun. Saya besar dengan julukan negatif,  ”giman”, alias gigi mancung. Sebab sebagian gigi saya memang maju ke depan.  Jadi kalau kakak atau sahabat saya memanggil saya bukan dengan Julianto, tapi “Giman”.

Seingat saya hampir tidak pernah saya ingat dipuji oleh Papa atau Mama. Bahkan ketika mengingat  apakah saya pernah dipeluk, dipangku dan digendong sulit sekali rasanya memori itu keluar. Saya hanya ingat diurus dengan kasih sayang oleh kakak angkat saya di rumah.

Di sekolah prestasi akademik saya biasa-biasa saja. Bahkan tak jarang angka merah menghiasi rapor. Kadang disemprot karena nilai jelek itu. Prestasi dalam bidang olahraga nyaris tidak ada.

Di rumah saya sering dipersalahkan. Urusan apa saja di rumah membeli ini dan itu, sayalah yang disuruh. Kalau saya menolak, pasti dibentak. Kalau salah membeli ya dimarahin. Omongan saya juga tidak lancar, kadang terbata-bata. Akibatnya terasa saat SMP. Saya menjadi seorang remaja peragu, takut bicara di depan kelas. Saya selalu merasa takut salah.

Secara fisik saat di SMA  saya kurus sekali. Disamping gigi yang tak rata, saya merasa badan saya tidak gagah. Dibanding banyak teman yang badannya gagah, ototnya kekar. Minder habis. Apalagi membandingkan dengan teman yang punya bakat memimpin, musik, menyanyi, dsb. Belum lagi soal uang jajan yang nyaris tak punya, dibanding teman-teman yang sering makan ke kantin. Minder saya tambah parah.   Saya benar-benar tumbuh dengan harga diri yang rendah.

KIAT MENGATASI MINDER

Pemulihan ini bersifat proses, tak pernah sekali jadi atau dalam waktu singkat. Kita perlu lingkungan yang baik dan dukungan orang terdekat kita.

Pertama, saya menyadari dan mengakui bahwa memang saya minder, peragu dan penakut. Saya harus jujur dengan diri saya sendiri. Saya mencoba terbuka dengan kelamahan dan kekurangan dan siap jika saya dikritik atau ditegur. Tujuannya supaya saya tidak mudah tersinggung

Kedua, saya inventarisasi kelebihan-kelebihan saya. Saya bisa menyanyi dan bagus bermain gitar. Karena itu saat kuliah saya bergabung dengan grup paduan suara dan vocal grup. Grup kami sering dibawa dosen tampil di beberapa kota. Harga diri saya mulai naik.

Ketiga, teman-teman di kampus bilang saya bagus mengajar. Aneh, berbeda dengan perasaan saya, merasa diri takut bicara. Saat praktek kerja (KKN) dosen menempatkan saya mengajar di salah satu SMA. Seminggu sekali saya mengajar. Pengalaman ini salah satu titik balik kepercayaan diri saya sembuh. Tak disangka murid-murid suka  dan antusias belajar.  Saya lalu memikirkan alangkah indahnya kelak jika saya bisa menjadi pengajar. Hal ini muncul karena saya kagum pada beberapa dosen dan guru saya saat di SMA.

Keempat, suka menolong. Salah satu sifat yang saya perhatikan menghasilkan banyak teman adalah suka  menolong. Sejak di kampus saya mengembangkan sifat itu. Suka menolong dan suka memberi. Membantu teman carikan buku. Meminjamkan catatan, mengajar teman main gitar, dlsb. Dampaknya saya mulai banyak teman, dan saya merasa disayang. Tentu saya senang.

Kelima, menikah dengan orang yang cocok. Pernikahan ternyata menyembuhkan rasa minder dan trauma masa lalu saya. Hubungan yang saling membangun dan harmonis dengan pasangan membuat saya menemukan harga diri sesungguhnya. Perasaan disayang, dimengerti dan dihargai menyembuhkan.  Pujian dan penghargaan dari istri saya  Roswitha membuat saya berarti. Selain itu kedua putra yang dianugerahkan Tuhan membuat saya mengembangkan diri sebagai seorang Ayah. Perasaan dibutuhkan dan disyang oleh anak-anak menanamkan identitas baru, saya berharga dan dicinta. Dalam pernikahan inilah saya menemukan satu bakat baru dalam diri saya, menulis. Itu karena istri saya terus mendorong saya menulis, dan kerap memberikan apresiasi.

Keenam, setelah beberapa kali pindah kerja, saya merasa cocok bekerja sebagai konselor. Lalu mengajar dan  menulis. Tiga pekerjaan ini membuat saya merasa diri berarti. Bertemu dengan banyak mahasiswa membuat saya kaya dalam interaksi. Menulis membuat saya punya banyak sahabat, yang tersebar di banyak tempat. Konselor membuat saya merasa bisa menolong banyak orang yang sedang susah dan buntu jalan hidupnya. Menjalani karir yang sesuai, terbukti mengatasi minder saya.

Ketujuh, membangun hubungan pribadi dengan Tuhan. Melatih rasa bersyukur. Spiritualitas yang baik membuat kita selalu berpikir positif dan menghargai setiap hal baik yang ada pada kita. Menyadari panggilan Ilahi, membangun cita-cita (visi) menjadi orang berguna bagi sesama membuat kita selalu antusias mengembangkan diri.

PENUTUP

Setiap kita telah diberi kelebihan dan talenta.  Sebagian kelebihan itu belum kita sadari dan sebagian talenta itu mungkin masih tersembunyi.

Jika Anda masih muda dan belum menikah, rancanglah pernikahan anda dengan baik. Temukan dan pilihlah pasangan  hidup yang sesuai dan pas buat Anda. Pasangan yang membangun hidupmu lebih baik. Pernikahan terbukti memulihkan masa lalu yang kurang kasih sayang dan juga harga diri.

Jika Anda sudah menikah, cintailah pasangan dan anak anak dengan baik. Jadikanlah  mereka matahari Anda, yang dapat memantulkan kembali kasih kepada anda. Pilihlah karir yang sesuai, yang olehnya Anda merasa berarti dan menjadi berkat bagi banyak orang. Dengan demikian harga diri Anda akan dibangun dengan sendirinya.

Harga diri yang rendah atau minder menjadi penyebab ketidaksuksesan dalam hidup, baik bergaul, studi, kepuasan pernikahan, hingga keberhasilan karir. (Julianto Simanjuntak)

Tulisan ini telah meminta ijin dari penulisnya, Bpk Julianto Simanjuntak. Beliau adalah Pendiri Pelikan, Penulis, dan Pengajar Konseling di STT Jaffray. Twitter: @PeduliKeluarga. Web: www.juliantosimanjuntak.com Ebook: Bagi pengguna Ipad dan Iphone bisa mengunduh Buku Julianto dan Roswitha via www.juliantobooks.mahoni.com

Apakah Pengalaman Imanmu?

Apa yang membedakan Daud dan Saul ketika berhadapan dengan Goliat?

Pengalaman Iman yang Sama

Ketika Saul melihat Goliat, responsnya adalah “sangat ketakutan” (1 Samuel 17:11). Sebaliknya, respons Daud adalah “kita tak perlu takut kepada orang Filistin itu!” (1 Samuel 17:32). Berbeda sekali, bukan? Kenapa bisa begitu? Karena Daud mendasarkan jawabannya pada pengalaman imannya, sedang Saul mendasarkan jawabannya pada apa yang ada di depan matanya.

Perhatikan jawaban Daud, “Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini. … TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu.” ( 1 Samuel 17:34-37).

Daud punya pengalaman iman bersama Tuhan mengalahkan “musuh” (singa dan beruang) dan pengalaman iman itu yang dia jadikan dasar untuk menantang Goliat. Dia tidak melihat apa yang ada di depan matanya, tapi dia melihat ke belakang, kepada apa yang pernah dia alami bersama Tuhan dan percaya kalau Tuhan yang dulu pernah menolongnya lepas dari singa dan beruang, akan bisa melepaskan dia juga dari Goliat.

Sebaliknya dengan Saul, dia melihat apa yang ada di depan matanya. Padahal kalau kita lihat di pasal-pasal sebelumnya, Saul juga punya pengalaman iman dengan Tuhan melawan musuh, bahkan lebih hebat daripada Daud. Tapi dia tidak melihat kepada pengalaman imannya, malah dia melihat apa yang di depan matanya dan menjadi takut.

Apa Pengalaman Iman Kita?

Sobat INSIDE, apakah saat ini kita juga sedang menghadapi “musuh” di depan kita? Entah itu masalah keuangan, masalah pekerjaan, masalah hubungan dan segudang masalah lainnya. Ingatlah Daud. Dia tidak memandang apa yang ada di depannya, dia memandang ke belakang, kepada apa yang telah Allah kerjakan dalam hidupnya.

Saat ini, kalau kita sedang melihat masalah dan masalah di depan kita dan menjadi ciut dan merasa tidak ada jalan keluarnya, lihatlah ke belakang. Kepada pengalaman iman kita dengan Allah. Kepada perbuatan-perbuatan ajaib yang Tuhan pernah lakukan dalam hidup kita. Dan ingatkan diri kita sendiri, “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” (Ibrani 13:8) dan karena Dia tetap sama, maka apa yang Dia pernah lakukan dulu, perbuatan-perbuatan ajaib, mukjizat, bisa Dia lakukan juga sekarang.

Tapi Saya Tidak Punya Pengalaman Iman yang Luar Biasa

Tidak masalah kalau Anda tidak punya pengalaman iman yang sepertinya “wow”. Yang perlu Anda lakukan cuma mengingat kebaikan Tuhan dalam hidup Anda. Keajaiban-keajaiban “kecil” yang tidak terduga. Itu juga sudah cukup. Yesus, yang sama yang membuat keajaiban-keajaiban “kecil” itu dulu, bisa melakukannya sekarang. Yang kita perlu lakukan hanya mengingatnya kembali.

Atau Anda bisa membuka Alkitab Anda dan membaca kisah-kisah ajaib yang Tuhan lakukan dulu. Dan katakan pada diri Anda, “Tuhan yang sama yang membuat keajaiban ini, adalah Tuhan yang sama. Dan Dia mampu membuat keajaiban sekarang.” Intinya, saat Anda menghadapi masalah, jangan mau dibuat keder dengan masalah. Ingatlah Allah yang dulu pernah membuat mukjizat di Alkitab dan dalam hidup Anda, masih bisa membuat mukjizat yang sama hari ini, apapun keadaan Anda! (denny pranolo-INSIDE)

Saul VS Daud

Seorang teman INSIDE pernah bertanya, “Kenapa sih sudah jadi pendeta terkenal kok malah jatuh?” Hmm… sulit dijawab waktu itu. Sampai akhirnya Tuhan mengajarkan tentang kisah Saul dan Daud. Yuk kita simak sama-sama!

Kisah Saul (yang minder)

Jaman dulu hiduplah seseorang bernama Saul. Pastinya, dia ganteng, gagah, extraordinary. Dia tidak sama seperti kebanyakan orang. Kalau dia hidup di jaman kita, mungkin sudah jadi bintang film yang bayarannya paling mahal karena banyak banget produser/sutradara yang memintanya membintangi film-film mereka, supaya jadi box office. Satu lagi, orangtuanya kaya raya! (Baca I Samuel  9:1-2 untuk membuktikan gambaran tentang Saul).

Lalu satu ketika, Saul disuruh ayahnya mencari keledainya yang hilang. Maka pergillah dia menyusuri beberapa lokasi bersama bujangnya (body guard, kalau jaman sekarang). Dan, bertemulah Saul dengan Nabi Samuel, yang memang sedang disuruh Tuhan menemui Saul untuk mengurapinya jadi Raja Israel. Wow!! Sudah ganteng, gagah, keren, kaya raya, diurapi jadi raja pula! Komplit paketnya. Siapa yang tidak bangga dan senang? Semua. Tapi…

Ternyata ada yang janggal dengan Saul. Sekalipun dia punya semua yang diimpikan banyak orang, tapi… dia orang yang minder. Buktinya? Waktu Nabi Samuel datang ke rumah orangtuanya untuk mengadakan perayaan peresmiannya jadi raja Israel, Saul malah bersembunyi di antara barang-barang! (I Samuel  10:22, Sebab itu ditanyakan pulalah kepada TUHAN: “Apa orang itu juga datang ke mari?” TUHAN menjawab: “Sesungguhnya ia bersembunyi di antara barang-barang.”). Hmm… ada apa ya? Kenapa harus minder?

Apapun alasannya, yang jelas adalah ini: rendah diri itu berhubungan dengan gambar diri Saul yang belum pulih, karena ada luka di hatinya, yang belum sembuh. Catat kata-kata ini: gambar diri yang belum pulih. Mungkin saja Saul pernah mengalami penghinaan seperti kalimatnya yang tertulis dalam 1 Sam 9:21. Tetapi jawab Saul: “Bukankah aku seorang suku Benyamin, suku yang terkecil di Israel? Dan bukankah kaumku yang paling hina dari segala kaum suku Benyamin? Mengapa bapa berkata demikian kepadaku?”

Saul merasa minder. Dia malu terlahir dari suku terkecil di Israel. Kaumnya juga disebutnya sendiri sebagai “paling hina” dari suku yang paling kecil. Waduuuhh…. Ternyata kekayaan, kegantengan, bodi yang gagah, tidak otomatis membuat seseorang percaya diri ya… Kecuali dia mengalami Tuhan yang membuatnya pulih dari semua luka hati sehingga gambar dirinya sehat!

Ketika Nabi Samuel selesai mengurapi Saul, ada beberapa hal yang memang tiba-tiba saja bisa dilakukannya. Pertama: Saul kepenuhan seperti Nabi. Kedua: Saul dengan gagah berani mengajak semua bangsa Israel memerangi bangsa Amon yang sedang mengepung Yabesh Gilead (1 Sam 10 dan 11). Apakah Saul hebat? Kelihatannya begitu. Tapi sesungguhnya, semua terjadi karena Roh Allah.

Ketika mereka sampai di Gibea dari sana, maka bertemulah ia dengan serombongan nabi; Roh Allah berkuasa atasnya dan Saul turut kepenuhan seperti nabi di tengah-tengah mereka. (I Samuel  10:10). Ketika Saul mendengar kabar itu, maka berkuasalah Roh Allah atas dia, dan menyala-nyalalah amarahnya dengan sangat. (1 Samuel 11:6)

Sayangnya, Saul tidak sadar akan hal ini. Sehingga, ketika Nabi Samuel berpesan supaya dia menunggunya di Gilgal, Saul melakukan kesalahan fatal. Dia tidak taat. Alasannya? Karena Saul takut ditinggalkan rakyat Israel. Kalau Tuhan yang memilih, Tuhan juga yang menetapkan jabatannya. Seharusnya Saul berpikir seperti itu. Jadi, larangan Nabi Samuel untuk membakar korban bakaran, seharusnya tidak Saul lakukan hanya untuk alasan “takut ditinggalkan”.

Seringkali, luka di hati dan gambar diri yang buruk membuat kita takut untuk alasan-alasan yang sepele (dibandingkan manfaat yang akan kita dapat dari ketaatan kepada Tuhan). Contoh: takut ditinggalkan teman se-gank, karena kita merasa/berpikir tidak ada lagi yang mau berteman dengan kita. Takut dibenci bos, takut dipecat atasan, karena tidak mau melakukan penipuan terhadap klien. Dll. Seperti itulah yang Saul lakukan. Nabi Samuel begitu marah karena ketidaktaatan Saul untuk alasan yang sepele. Tuhan pun lalu memilih Daud menggantikan Saul.

Kata Samuel kepada Saul: “Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu. (1 Samuel 13:13-14)

 Tuhan juga menyesal karena telah memilih Saul, seperti tertulis dalam 1 Samuel 15:11 “Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku.”

Itu kisah Saul yang tragis. Yuk kita simak kisah Daud!

Kisah Daud (yang Pede)

Di jaman yang sama dengan Saul, ada seorang yang jauh lebih muda. Daud namanya. Apakah orangtuanya kaya raya seperti orangtua Saul? Tidak. Apakah Daud segagah Saul? Tidak. Banyak perbedaan antara Daud dan Saul dalam hal fisik dan harta, tapi ada juga persamaannya. Daud juga mengalami penghinaan. Bahkan lebih daripada Saul. Daud dihina oleh kakaknya sendiri. Daud juga tidak diperhitungkan oleh ayahnya. Daud dihina di depan banyak tentara yang gagah perkasa oleh Goliat. Buktinya?

Ketika Eliab, kakaknya yang tertua, mendengar perkataan Daud kepada orang-orang itu, bangkitlah amarah Eliab kepada Daud sambil berkata: “Mengapa engkau datang? Dan pada siapakah kautinggalkan kambing domba yang dua tiga ekor itu di padang gurun? Aku kenal sifat pemberanimu dan kejahatan hatimu: engkau datang ke mari dengan maksud melihat pertempuran.” (I Samuel  17:28). Daud diremehkan oleh kakaknya, dianggap cuma mau nonton pertempuran. Kalau diterjemahkan dengan bahasa sekarang, “Ngapain loe kesini? Kagak mampu apa-apa juga loe. Paling-paling cuma mau nonton kan?!”

Lalu Samuel berkata kepada Isai: “Inikah anakmu semuanya?” Jawabnya: “Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba.” Kata Samuel kepada Isai: “Suruhlah memanggil dia, sebab kita tidak akan duduk makan, sebelum ia datang ke mari.” (I Samuel  16:11). Padahal, jelas-jelas Nabi Samuel memberitahu Isai, ayah Daud untuk mengajak semua anaknya! (baca I Samuel  16:5) Tapi ternyata ayahnya tidak mengajak Daud. Dia dibiarkan tetap menggembalakan kambing domba, yang padahal cuma 2-3 ekor.

Ketika orang Filistin itu menujukan pandangnya ke arah Daud serta melihat dia, dihinanya Daud itu karena ia masih muda, kemerah-merahan dan elok parasnya. (I Samuel  17:42). Goliat merasa di atas angin, karena yang berani mendekati untuk berperang dengannya cuma seorang anak muda. Jadi dengan seenaknya dia menghina Daud.

Apakah dengan kehidupan yang serba “pahit” seperti itu maka Daud jauh dari Tuhan? Tidak. Dia orang yang berkenan di hati Tuhan. Dalam terjemahan Inggris dituliskan “the man of my own heart”. Mengapa? Karena proses kehidupan yang memang pahit itu tidak membuat Daud tinggal dalam luka hati dan gambar diri yang buruk. Daud tidak mencari kesembuhan lewat harta (karena memang dia tidak punya). Daud juga tidak mencari kesembuhan atas luka hatinya lewat teman, atau mengandalkan manusia, karena Daud pun tidak punya teman kecuali 2-3 ekor kambing domba. Kehidupannya sehari-hari adalah menggembalakan kambing domba, demi menaati perintah ayahnya. Dan selama menggembalakan itulah Daud bertemu dan dekat dengan Tuhan. Dia senang menyanyikan pujian untuk Tuhan. Buktinya? Daud bisa bermain alat musik kecapi, dan menulis begitu banyak mazmur untuk Tuhan.

CARILAH KESEMBUHAN

Nah, poin pentingnya adalah ini: carilah kesembuhan atas luka dalam hati kita, dan milikilah gambar diri yang sehat. Bukan lewat banting tulang mencari harta supaya dipandang orang. Bukan lewat kekayaan maka kita bisa pulih dari rasa minder. Bukan lewat penampilan/barang-barang bermerek mahal yang menempel di badan, bukan lewat make-up mahal, bukan lewat kecantikan atau kegantengan, lewat bentuk tubuh ideal (dengan cara fitness, body building, dll), atau bahkan lewat kuasa gelap. Ada lho banyak orang yang minder walaupun cantik, jadi datang ke dukun untuk minta jimat supaya bisa percaya diri.

Ya! Percaya diri bukan didapat dari hal-hal seperti itu. Bukan juga dari pergaulan yang buruk, bukan dari rokok, bukan dari narkoba, bukan dari free sex,bukan dari kebut-kebutan di jalanan. Bukan. Tapi cuma dari Tuhan! Dan sayang sekali… Saul tidak mencari Tuhan untuk menyembuhkan luka hati dan memulihkan gambar dirinya.

Teman-teman INSIDE, apakah kita mau mencari kesembuhan untuk setiap luka hati kita? Mendekatlah kepada Tuhan. Cuma kasihNya yang bisa menyembuhkan kita. Cuma kuasaNya yang bisa memulihkan gambar diri kita. Setiap kita bisa mencapai puncak pelayanan/dipandang hebat dalam kegiatan-kegiatan rohani, tapi sesungguhnya itu adalah karena Roh Allah! Urapan Tuhan akan membawa kita ke tempat yang tinggi (dilihat dan dikagumi banyak orang), tapi hanya kesembuhan sempurna dari TUHAN atas luka hati dan gambar diri kita yang akan membuat kita bertahan di sana!

Jadilah seperti Daud, orang yang berkenan kepada Tuhan karena selalu taat. Tapi ingat ini: Itu semua akan kita dapatkan, setelah kita mengalami kesembuhan dari Tuhan! Caranya? carilah kesembuhan lewat doa, punya waktu khusus untuk bersaat teduh, punya komunitas yang sehat, membaca artikel-artikel yang “sehat”/membangun/positif, lakukan konseling bila perlu, berdoa minta mentor dari Tuhan, atau apa saja yang akan membuat kita hidup dalam anugrah Tuhan, dan bukan sebaliknya. Tidak ada kata terlambat. Lakukanlah sekarang! God bless you! (Erna Liem-INSIDE)