Archive for March, 2014

RELAX… GOD’S IN CHARGE!

Cover Final cropTanggal 26-31 Desember lalu aku berlibur bersama lima teman. Kami menginap di sebuah rumah yang kata pemiliknya “kayak kandang ayam”! Biasanya, kalau aku tinggal di satu tempat baru, 2 hal yang mutlak memenuhi kriteriaku adalah: kamar tidur dan kamar mandi yang bersih. Tapi sudahlah, keputusanku kan memang untuk berlibur. Lagipula tidak enak sama teman-teman kalau aku memutuskan untuk pindah ke rumah teman lain yang mungkin jauh lebih “pokro” kata orang Jawa.

Pesawat yang kutumpangi memang lebih malam dibanding yang lain. Dan itu masih ditambah “delay” 2,5 jam karena Bandara Soetta hari itu kewalahan dengan jadwal penerbangan yang sangat banyak. Akibatnya setelah ditunda 1 jam, penumpang yang disuruh masuk ke dalam pesawat ternyata masih harus mengalami penundaan lagi for another 1,5 jam! Aku kebagian kursi di tengah. Sebelah kiri, dekat jendela sudah diduduki seorang wanita asing. Begitu masuk aku menyapa seorang ibu di bagian ‘isle’: “Permisi Bu.” Dan juga “si bule”: “Halo!” Dia agak sulit tersenyum. Bete rupanya.

Ya sudah, aku juga capek menunggu di luar tadi, jadi berharap sebentar lagi toh pesawat akan take-off, jadi aku bersiap tidur. Jadwal semula 19.35 diundur menjadi 22.00! Tidak berapa lama duduk di dalam pesawat, awak airlines mengumumkan bahwa take off nya masih antri. Mendapat antrian nomor 25, tanpa disebutkan pesawat yang sedang take-off sudah sampai di urutan ke berapa.

Si bule yang sudah enak tidur, mulai tidak sabar. Dia membuka mata. Aku menoleh ke arahnya. “It’s close to nine now!” katanya. “Yes!” jawab ku. Lalu ku tanya, “Where are you from?” Dan setelah pertanyaan itu, dia terus bercerita, bahkan sampai pesawat mulai mendarat di bandara kota tujuan!

Aku yang awalnya ingin tidur karena memang sudah lewat jam tidurku, mendengarkan cerita yang begitu lancar keluar dari mulutnya sambil terus berjaga supaya konsentrasiku yang “byar-pet” tidak semakin buyar karena ngantuk. Tapi aku bersyukur, karena seolah Tuhan berbicara melaluinya untuk “relax!” Dia bertujuan untuk relaks di kota ini, karena katanya, kesehariannya sudah begitu sibuk. Dia dan best friendnya sedang memulai proyek baru, usaha baru di dunia internet. Kalau sudah bekerja, karena usaha sendiri yang baru dimulai, dia sering lupa waktu. Bahkan pernah sudah jam 11 malam, baru tersadar belum makan malam, dsb. “But I enjoy it!” katanya. “I am exciting,” lanjutnya.

Somehow, kata RELAX seperti membuat ku tersadar bahwa tujuanku ke sini juga untuk relax. Jadi walaupun 2,5 jam delay, thank God ada si bule. Cerita-ceritanya membuat kami berdua lupa waktu. Dan ketika semua penumpang disuruh turun, lalu menunggu bagasi, dia sudah berpamitan. “Have a nice holiday, bla3…” katanya. “Yes, you too, thank you!” kataku. Tapi selagi aku menunggu bagasi yang masih belum juga muncul, tiba-tiba seseorang mendekat. Ternyata si bule. Dia mengucapkan lagi kalimat perpisahan yang sama, lalu cipika-cipiki. “We have our luggage, bla3…,” sambil dia menunjuk ke arah temannya. Aku lambaikan tangan ke si teman, cipika-cipiki lalu berpisah.

Ah… relaks… kata yang seolah jadi pesan kuat buatku dalam liburan kali ini. Dan aku benar-benar relaks. Tidak peduli dengan kondisi rumah yang memang tidak “pokro”. Tidak peduli dengan panasnya sengatan matahari yang tidak pernah kusukai. Tidak peduli dengan berapa saja biaya yang memang harus dikeluarkan untuk berlibur. Dengan perhitungan yang salah karena tidak menginap di hotel, tapi aku tetap bisa tidur nyenyak setiap malam. Bahkan di hari terakhir aku berkesempatan mengunjungi rumah teman setelah beberapa kali “janjian ketemuan” kami meleset. Dalam suasana relaks, kami ngobrol dan mendapat informasi tentang daerah wisata yang kami kunjungi dengan lebih akurat untuk rencana lain waktu.

I enjoyed it. Thank God for everything…Relax… God’s in charge!

(E-INSIDE/www.godmeandmydiary.wordpress.com)

SETELAH MENIKAH…

Denny PranoloWaktu diminta menulis untuk edisi ini, saya jadi berpikir sendiri, apa perbedaan yang saya alami sebelum dan sesudah menikah. Rasanya apa yang saya alami setelah menikah dialami semua orang. Semua orang yang sudah menikah pasti setuju kalau pernikahan itu membawa perubahan yang cukup besar dalam kehidupannya. Ada kebiasaan-kebiasaan baru, cara pandang baru, gaya hidup baru, dan banyak hal baru lainnya. Tapi waktu saya melihat ke belakang, ke pernikahan yang kami yang baru berjalan setahun lebih ini, saya menyadari ada sebuah perbedaan sebelum dan sesudah saya menikah. Dan itu adalah sebuah pemahaman baru tentang kasih.

Sebelum menikah, saya sering membaca banyak artikel yang ditulis hamba Tuhan atau kutipan tentang kasih, tapi bagi saya semua itu terasa hambar, abstrak, hanya teori. Kasih bagi saya adalah sesuatu yang tidak nyata. Yang bagus dikatakan, tapi sulit dilakukan. Bahkan sampai sesaat sebelum menikah pun saya masih diajari tentang kasih dalam sesi bimbingan pra nikah. Tapi tetap saja itu semua terasa tidak nyata buat saya. Saya diajari harus mengasihi pasangan, mengasihi seperti Kristus mengasihi jemaat, tapi tetap saja pertanyaannya adalah, bagaimana cara saya bisa melakukannya? Semua itu seperti pelajaran yang saya terima di sekolah. Sekadar teori. Dan dengan “kebingungan tentang kasih” itulah saya menikah. Yang membawa saya pada salah satu ketakutan saya dalam memasuki pernikahan, yaitu bagaimana kalau saya tidak bisa mengasihi istri saya? Bagaimana caranya saya mengasihi istri saya? Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, karena di keluarga di mana saya dibesarkan, saya jarang melihat teladan kasih. Dan saya takut apa yang saya lihat terbawa dalam keluarga yang akan saya bangun.

But thanks God, apa yang saya takutkan tidak pernah terjadi. Selama pernikahan kami, saya belajar mengasihi. Bukan dengan teori ABCD, belajar dari buku ini itu, atau mendengarkan khotbah hamba Tuhan anu, tapi saya belajar mengasihi lewat pengalaman sehari-hari. Selalu saja ada pengalaman tiap hari di mana saya harus mengasihi istri saya, bukan karena apa yang dia perbuat. Bukan karena siapa dia. Tapi karena memang saya mengasihi dia apa adanya.

Semua orang yang sudah menikah pasti tahu susahnya hidup bersama. Ada kebiasaan lama yang terbawa masuk dalam kehidupan pernikahan. Begitu juga dengan kami. Ada kebiasaan-kebiasaan kecil yang sepele, tapi bisa menimbulkan ledakan (sorry for no detail. It’s private). Dan hal seperti ini sering terjadi. Kalau sudah begitu, kadang saya suka berpikir untuk menyerah saja. Kadang saya berpikir tidak mungkin mengasihi dia. Terlalu sulit. Tapi di momen-momen seperti itu, entah dari mana asalnya, selalu ada dorongan untuk kembali mengasihi dia, apapun yang terjadi.

Saudara, pada akhirnya saya mengerti bahwa kasih itu bukan sesuatu yang dibuat-buat, bukan sesuatu yang diciptakan, tapi kasih itu lahir dengan sendirinya. Tidak ada orang yang sanggup mengasihi dengan usahanya sendiri. Tidak ada orang yang bisa memaksa dirinya untuk mengasihi. Karena kasih yang seperti itu adalah kasih yang dibuat-buat. Jadi bagaimana kita bisa melahirkan kasih? Kita tidak bisa. Hanya Tuhan yang bisa.

Salah satu doa saya di awal pernikahan (dan sampai sekarang juga) adalah, “Tuhan, aku tidak sanggup mengasihi istriku, tapi Kau sanggup. Karena itu kasihilah dia melalui aku. Aku mau jadi saluran kasih-Mu bagi Dia.” Dan saya bersyukur dia menjawab doa saya ini. (Denny Pranolo-INSIDE)

7 ALASAN MENGAPA SEKS PRA-NIKAH DILARANG

Jarot W n fam-2Mengapa seks pra-nikah sebaiknya tidak dilakukan? Untuk pertanyaan ini sepertinya banyak sekali jawaban yang dapat diberikan, semua tergantung atau kembali kepada individu masing-masing. Dan idealnya, pria harus tetap perjaka dan wanita harus tetap perawan sampai hari pernikahan tiba.

Berikut 7 Alasan Mengapa Sex Pra Nikah DiLarang, yaitu:

1. Sex Pra Nikah Menyebabkan Kamu Akan Dihantui Perasaan Bersalah
Sekali kamu melakukannya dan meskipun mungkin tidak ada seorangpun yang tahu, rasa bersalah akan selalu menghantui. Bahkan bisa jadi kamu akan menjadi benci pada dirimu sendiri karena tidak bisa menolak tekanan untuk melakukan hubungan seks. Perasaan seperti ini memang tidak mendominasi, tapi biasanya akan selalu muncul setiap waktu dan akan selalu menjadi bagian darimu.

2. Karena Kamu Bisa Menjadi “Sexual Person“ Dan Segala Sesuatunya Tidak Akan Pernah Lagi Sama Seperti Semula
Seperti kalau pernah mencoba sesuatu benda adiktif lainnya, maka ada saatnya rasa kepingin atau ketagihan akan datang. Akibatnya, pikiran akan dipenuhi dengan sex dan mengganggu konsentrasi untuk hal lainnya. Dengan kata lain: dewasa sebelum waktunya.

3. Sex Pra Nikah Akan Mengubah Cara Pandangmu Tentang Sex – Selamanya
Sex seharusnya sesuatu yang sakral dan menjadi sangat indah jika dilakukan oleh pasangan suami istri. Tapi jika dilakukan sebelum menikah, maka bisa jadi sex berubah menjadi sebagai suatu yang “kotor” dan terlarang. Cara pandang ini bisa terus tertanam di benak kamu, bahkan setelah kamu menikah nantinya. Sayang kan?

4. Kamu Akan Sulit Lepas Dari The First One
Biasanya cewek merasakan ikatan yang sulit dilepas dengan cowok yang kepadanya telah dia berikan virginitasnya. Ini tidak ada hubungan dengan ketakutan kalau-kalau tidak ada cowok lain yang akan menerima dia sesudah tidak virgin. Ini masalah psikologis. Padahal, cowok belum tentu merasakan hal yang sama.

5. Karena Hubungan Pacaran Kamu Bisa Berubah Menjadi All About Sex
Pasangan pranikah yang telah melakukan hubungan seks biasanya akan selalu mempunyai hidden agenda. Kapan dan dimana akan melakukannya…. Tidak jarang karena jadwal rahasia ini mereka harus berbohong, kepada siapa saja. Bentuk-bentuk perhatian akan menjadi bias. Apakah benar-benar tulus atau cuma karena seks. Bahkan terkadang sedang berantem hebat pun akan langsung baikan cuma gara-gara seks, dan melupakan masalah sesungguhnya.

6. Seks Pra Nikah, Maka Kamu Tidak Akan Pernah Menikmati Surganya Bulan Madu
Karena sudah biasa melakukan hubungan seks pra nikah, maka bulan madu yang mestinya asyik dan romantis, bakal jadi seperti liburan biasa. Tidak akan pernah ada sesuatu yang berkesan untuk seumur hidupmu.

7. Karena Kamu Bisa Menjaga Reputasi Dan Tidak Mau Menyesal Di Kemudian Hari
Hampir bisa dipastikan, teman-temannya akan tahu jika seorang cowok telah melakukan hubungan seks dengan pacarnya. Jadi ini merupakan rahasia umum.

(Diambil dari INSPIRASI PACARAN-Jarot Wijanarko)

Till Death Do Us Part

Cover FEB14Judul di atas kalau diterjemahkan berarti: “Sampai maut memisahkan…”, yang juga sebuah janji nikah dari pasangan pria dan wanita ketika hubungan mereka diberkati di gereja. Film-film kartun Disney sering mengangkat tema putri hina-dina, ketemu pangeran kaya raya, menikah, lalu ditutup dengan kalimat: “And they live happily ever after” setelah pesta pernikahan mereka.

Indah banget ya… Hmm.. itu kan cuma dongeng. Kenyataannya, setelah menikah justru sebuah awal dibukanya babak kehidupan yang baru, tidak semudah seperti kalimat itu “bahagia selamanya”. Di dalam pernikahan akan ada kekesalan, kemarahan, kekagetan karena ternyata pasangannya jauh berbeda dibanding waktu pacaran dulu, masalah yang tadinya milik pribadi, jadi milik berdua, masih ditambah masalah dari pasangan, dll. Tapi, apakah dengan begitu, janji yang tadi boleh dilupakan begitu saja? Tentu tidak.

Nah, di bulan kasih sayang ini, INSIDE memilih untuk membahas soal “HUBUNGAN SEUMUR HIDUP” yang akhir-akhir ini semakin kehilangan nilainya. Tidak ada lagi kebahagiaan dalam sebuah pernikahan, menjadi alasan klise untuk mengingkari komitmen hidup bersama sampai maut memisahkan. Bukan kebetulan kalau bulan lalu tema INSIDE adalah NEW YEAR NEW HOPE, karena ini berarti, dalam setiap permasalahan hubungan dengan pasangan, percayalah bahwa selalu ada JALAN KELUAR dan harapan akan selalu ada solusinya!

Banyak sahabat INSIDE yang pernikahannya bahagia. Dan kuncinya adalah: karena mereka telah berhasil melalui ‘fase’-nya dengan baik. Apa sajakah itu?

FASE BERTEMAN
Dalam fase ini, kita bebas berteman dengan siapa saja. Tidak eksklusif hanya berdua. Dengan banyak punya teman, dengan kegiatan yang dilakukan bersama teman-teman lain, kita bisa saling buka mata, dan akan lebih bisa mengerti kualitas dari lawan jenis yang kita sukai. Karena biasanya, ketika sedang beramai-ramai, sikap setiap kita akan lebih natural, tidak kamuflase.

FASE PACARAN
Fase ini adalah awal yang penting untuk nantinya membawa kita masuk dalam sebuah pernikahan yang BAHAGIA atau MENDERITA.
Dalam tahap ini karena hubungan sudah lebih serius dan ekslusif, tidak ada salahnya kalau kita berpikir ke depan. Caranya? Dengan mengingat kata “one way ticket” atau “tiket sekali jalan”! Artinya? Mulailah berpikir, hubungan ini mau dibawa kemana? Pernikahan? Atau hanya main-main? (Baca juga tips di rubrik YOU N ME-“7 ALASAN MENGAPA SEKS PRA-NIKAH DILARANG”).
Mengapa begitu? Karena, dalam fase ini, akan ada begitu banyak godaan. Salah satu yang paling besar adalah godaan seksual. Fase ini gagal kita lalui dengan baik, ketika kita isi dengan terus bermesraan, dan saling merangsang. Biasanya kalau sudah begini, sulit melihat kualitas yang sesungguhnya dari pacar kita. Semua tertutup oleh nafsu. Sebaliknya, fase ini akan berhasil kita lalui, ketika kita isi dengan nasehat dari Kak Jarot Wijanarko yang INSIDE dapat dari Facebook INSPIRASI PACARAN, berikut ini:
Carilah Pasangan SEPADAN
Yang pasti tidak dicari hanya dengan hati, tetapi juga menggunakan OTAK/LOGIKA. Dan salah satu LOGIKA/ PERTIMBANGAN yANg harus dicerna adalah ke-Sepadan-an yg berarti seimbang, meliputi bidang-bidang: ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kerohanian, kemampuan rasio, dan kematangan sikap hidup. Semakin sedikit kesesuaian yang ada, semakin sulit untuk membangun relasi yang kuat dan mantap. Oleh karena itu, sebelum hubungan bergerak terlalu jauh, perhatikanlah masalah kesesuaian ini. Ingatlah, pernikahan hanyalah pengalaman sekali seumur hidup.

Relasi yang kuat terjadi jika ada komunikasi yang intens, yang erat, komunikasi dua arah, berbagai informasi, saran, tanggapan, kesan dan pesan. Komunikasi semacam ini jelas tidak bisa dibangun diantara pasangan jika misalnya yang satu hanya lulus SMA sedang yang lain lulus doktor. Mereka akan baik-baik saja di tahun-tahun pertama pernikahan, namun waktu akan membuat mereka sampai pada tahap kesadaran, bahwa pasangannya kalau bicara ‘nggak nyambung’.

Sepadan bukan hanya berarti seiman, tetapi juga selevel, seimbang, serupa, hampir sama dalam hal tingkat kerohanian. Walaupun satu agama, kalau bisa satu aliran, jika tingkat kerohanian berbeda, juga akan merupakan kendala dalam membangun hubungan, bahkan akan banyak sumber pertengkaran, ketika harus memberikan prioritas waktu, uang dan perhatian. Jika yang satu sangat rohani dan taat membayar perpuluhan dan yang satu tidak, dan hal semacam itu tidak pernah dibicarakan selama pacaran (karena hanya terfokus pada bagaimana bermesraan), maka akan tiba saatnya hal itu akan menjadi sumber pertengkaran.

Bangun persamaan itu selama pacaran. Bahas hal-hal penting dalam hidup ini selama pacaran. Bahas cita-cita, nilai uang, konsep hidup, tujuan hidup, bagaimana nantinya pola keuangan rumah tangga dengan saling bertanya dan bercerita bagaimana orang tua masing-masing mengelola uang mereka dan berikan tanggapan pribadimu mengenai pola semacam itu dan bagaimana cita-citamu. Bangun ‘kesepadanan’ dalam hal kerohanian yang akan menjadi fondasi yang sangat kuat untuk pernikahanmu kelak.

Saya sendiri menikah dengan teman hidup yang sangat banyak perbedaannya, dari segi suku, latar belakang ekonomi, dan budaya keluarga. Namun ada hal yang sangat kuat yang menjadikan kami yakin, dan setelah 23 tahun menikah, kami merasakan bahwa kami sepadan, yaitu sama-sama sarjana lulusan IPB, sehingga kami bisa menjadi teman dalam bertukar pikiran secara baik.

FASE PERNIKAHAN
Pernikahan bukan untuk menjadi sama, tetapi untuk menjadi satu, untuk saling melengkapi. Setelah kita menemukan yang banyak ‘persamaannya’ atau ‘sepadan’ maka setelah pacaran berjalan 2 tahun atau menikah, setahun kemudian, maka kita akan segera menemukan banyak sekali perbedaan.

Untuk ini, jangan bertengkar dan mengambil kesimpulan bahwa ini salah pilih, salah jodoh dan tidak sepadan, dan mencari ganti lagi, tetapi bangunlah ‘kesepadanan’ dan luruskan konsep-konsep pernikahan dengan ‘menikah berarti melengkapi’. Menikah bukan untuk menjadi sama, tetapi menjadi satu. Karena pria dan wanita memang berbeda. Ada sesuatu yang diambil dari laki-laki dan tidak ada di laki-laki, tetapi menjadi ada di perempuan. Menikah menjadi satu kembali untuk melengkapi. Fungsi saling melengkapi akan berjalan dengan baik, jika pasangan tersebut ‘sepadan’ ‘seimbang’ atau ‘selevel’.

Jika rata-rata orang menikah di usia 25-30 tahun dan meninggal pada umur 75-80 tahun, maka menikah adalah hidup bersama selama 50 tahun. Dengan orang yang sama, di rumah yang sama, kamar yang sama. Bersama-sama dalam kegiatan dan kehidupan.

Berapa Lama Anda Bertahan?

Memasuki tahun yang baru, dalam fase ini, kita bisa berefleksi dengan menghitung: SUDAH BERAPA LAMA hidup bersama pasanganku aku jalani? Apakah bahagia? Atau sengsara? Setelah itu tanyakanlah: MASIH BERAPA TAHUN LAGI hidup bersamanya? Apakah aku sanggup? Kemungkinan ada di antara kita yang menerawang ke depan sambil mengambil nafas dalam-dalam dan ragu. Atau ada yang berdoa memohon kekuatan? Atau tersenyum lebar dan berkata dalam hati, “Aku mau hidup 1000 tahun lagi!”

Waktu memang terus berlalu. Masih terbentang tahun-tahun ke depan. Ini saatnya untuk merenung dan bertanya kepada diri sendiri: “Apa sih yang penting dalam HIDUP BERSAMA? Apakah itu uang? Seks? Mendapatkan apa yang kita minta? MINTA dihargai, MINTA diperhatikan, MINTA dimengerti dan terus meMINTA-MINTA dan menderita? Menuntut pasangan untuk bisa berubah sesuai yang kita inginkan? (Untuk pertanyaan paling belakang, bertanyalah kepada mereka yang sudah menikah selama 40 tahun, apakah pasangan yang mereka inginkan untuk berubah, bisa/sudah berubah?)

Atau kita memilih untuk di tahun yang baru ini, punya pengharapan baru dan CARA HIDUP YG BARU atau DIPERBAHARUI lagi. Dengan komitmen untuk MEMBERI perhatian, penerimaan dan pengertian. MEMBERI dan BAHAGIA. Seks perlu tetapi bukan yang utama seperti relasi/nilai sebuah hubungan dengan pasangan, mencintai, menerima. Uang sangat penting tetapi tidak seperti KASIH SAYANG.

Pilihlah keputusan yang tepat di tahun yang baru!

Bagi setiap pasangan yang mengalami masalah dan merasa pernikahannya di ujung tanduk, atau bagi yang sedang berencana menikah, tetapi kemudian meragukan pasangannya, apakah benar dari Tuhan, apakah bisa menjadi partner seumur hidup, hubungi INSIDE melalui email (buletininside@gmail.com) untuk INSIDE rekomendasikan mengikuti LIFE COACHING (rahasia dijamin aman).