Pengusaha Kue “MannaMu”

Saya lahir di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah dan sejak kecil menyukai kuliner. Pada waktu SMA kelas dua, saya sudah mulai mengajar kursus membuat kue dan mengikuti lomba-lomba membuat kue tingkat RT. Tahun 1980, setelah lulus SMA, saya memutuskan untuk tidak kuliah tapi mengikuti kursus-kursus membuat kue di Jakarta. Tahun 1981 menikah, kemudian di Gombong saya membuka usaha berjualan kue, membuat kue tart sesuai pesanan. Tetapi karena banyak terlibat hutang dari beberapa arisan, pada tahun 1993 saya dan keluarga pindah ke Jakarta dengan harapan bisa mendapat penghasilan lebih besar untuk menutupi semua hutang yang ada.

Karena berusaha dari NOL, saya belajar beberapa kunci dalam berusaha, yang pertama adalah keuletan, karena apapun yang kita tanam tidak akan berbuah dalam satu malam. Waktu orang lain sudah tidur, saya masih bekerja membuat kue untuk pesanan esok hari. Waktu orang lain belum bangun, saya sudah bangun untuk membuat kue.

Kunci kedua adalah bisa dipercaya. Misalnya kalau saya ditanya oleh orang lain kue tertentu enak atau tidak, saya akan menjawab, “Enak itu relatif, tapi yang ini pakai mentega ‘A’ (merek mentega yang memang lebih mahal dan membuat kue lebih terasa enak), dan yang ini tidak.” Waktu orang lain sudah percaya, kita harus menjaga kepercayaan itu. Saya juga memberitahu anak-anak hal yang sama.

Kunci ketiga, selalu belajar. Jangan pernah berhenti belajar! Sampai sekarang saya masih mengikuti kursus membuat kue. Terkadang saya modifikasi sendiri. Misalnya ada acara di TV tentang membuat kue, saya akan mengganti bahannya menjadi bahan yang lebih murah tanpa menurunkan kualitas dan rasa supaya harganya bisa terjangkau untuk semua kalangan. Di samping itu saya juga menyukai acara-acara TV yang isinya memberikan motivasi, seperti Oprah, Mario Teguh, dan lain-lain. Setidaknya saya bisa memperluas wawasan dan mengerti cara berpikir mereka.

Yang paling penting bagi seorang pembuat kue adalah menjaga mutu, menangani staf dan mempertahankan pelanggan. Untuk menjaga kualitas rasa, saya selalu mengontrol semua bahan, apakah ditimbang dengan takaran sesuai resep dan turun tangan langsung untuk mencicipi rasa kue. Di samping itu saya tidak pernah menjual sisa kue yang tidak habis pada hari itu untuk esok hari, jadi kue-kue saya selalu fresh. Itu sebabnya sampai sekarang saya memilih untuk berjualan kue atas dasar pesanan saja.

Dalam menangani staf , saya menganggap mereka seperti rekan kerja bukan hanya sebagai pesuruh/pegawai, menciptakan suasana kerja yang baik dan berusaha memperhatikan dan memenuhi kesejahteraan mereka. Dalam hal mempertahankan pelanggan, saya selalu mengontrol kebersihan wadah yang dipakai, harus selalu kering supaya tidak terkena bakteri sehingga kue tidak cepat basi dan hal-hal kecil lain.

Usaha ini berkembang karena promosi dari mulut ke mulut ditambah tentunya campur tangan TUHAN. Mengingat ada begitu banyak pembuat kue di luar sana, banyak juga yang profesional, maka saya harus bisa bersaing dengan baik. Puji Tuhan sekalipun berusaha di dalam gang kecil, toh pelanggan tetap mencari kue-kue buatan saya.

Setiap kali mendapat berkat dari Tuhan, saya selalu bertanya, “Apa sih tugas saya Tuhan?” Karena menurut saya berkat itu sama dengan PR (=Pekerjaan Rumah) dari Tuhan, jadi pasti ada tujuan Tuhan waktu DIA memberi berkatnya. Apakah itu untuk membantu keluarga yang sedang membutuhkan, dan lain-lain. Dan dengan iman setelah saya dan keluarga mulai belajar memberi perpuluhan, Tuhan membuktikan Maleakhi 3:10, serta menyingkirkan “belalang-belalang pelahap”. Sejak itu dengan mudah kami bisa menabung. Biasanya tiap kali ingin menabung, selalu saja ada pengeluaran yang harus dilakukan. Di samping itu, Tuhan juga memberikan bonus. Kami bisa membeli rumah, tiga anak saya bisa bersekolah, saya dipakai Tuhan menjadi saluran berkat untuk banyak saudara. Puji syukur kepada Tuhan! (Siauw Yung, Pengusaha Kue “MannaMu”)

Leave a comment